Tampilkan postingan dengan label Sastra. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sastra. Tampilkan semua postingan
Pemberontakan Kapal Haji

Pemberontakan Kapal Haji

07.45.00 Add Comment

(Berikut ini adalah cuplikan satu bab novel terbaru Orhan Pamuk berjudul “Malam-Malam Wabah”, diterjemahkan dari bahasa Turki oleh tim kami, Bernando J. Sujibto).

Gubernur Sami Pasha berpikir keras tentang usaha pentingnya karantina kepada syekh Hamdullah. Pasha mengenal syekh itu segera setelah dia ditugaskan ke pulau itu lima tahun lalu. Waktu itu, dia tampil dengan perawakan seorang lelaki yang lemah lembut, sopan, dan penuh kasih sayang dengan minat yang kuat terhadap karya sastra. Mungkin pembawaanya masih begitu. Di tahun pertama, mereka pernah berbincang hal ihwal kehidupan, buku, dan spiritualitas. Meskipun bersahabat, langkah karantina kali ini tidak akan berjalan baik untuk persahabatan maupun negara, dan sialnya urusan bisnis akan berpindah ke ranah internasional.

Karena penulis utama dua surat kabar berbahasa Yunani Adekatos Arkadi masih berada dalam penjara bawah tanah, Gubenur Pasha memanggil editor utama Neo Agnos ke hadapannya agar menuliskan berita tentang upaya disinfektan terhadap pondokan syekh Hamdullah jika besok surat kabar itu terbit. "Tidak perlu berita lain untuk topik ini," pintanya. Dengan kebohongan yang tak perlu yang seolah-olah terjadi wabah kolera, sang gubernur berkata "baru keluar dari oven!" sembari menawarkan buah prem, kenari, dan kopi kepada jurnalis muda nasionalis Yunani ini, yang sebelumnya pernah dijebloskan ke penjara dan surat kabarnya dibredel berkali-kali. Tepat di pintu ketika hendak keluar, Pasha mengancamnya sembari tersenyum dan mengatakan bahwa tugas media adalah mendukung sultan dan negara, jangan berbuat ceroboh terhadap krisis dan bencana yang melanda hebat di mana Istanbul dan dunia sangat peka terhadap masalah ini, jika tidak ingin kembali menanggung risiko.

Keesokan harinya, petugas juru tulis membawa koran Neo Agnos yang baru saja naik cetak. Petugas penerjemah dengan hati-hati membacakan berita kepada Pasha yang diterjemahkan dari bahasa Yunani ke bahasa Turki dengan suara jelas.

Yang dikatakan Gubernur Pasha untuk “jangan ditulis!” dalam berita sepertinya tetap ditulis dengan sangat jelas, diumumkan ke seluruh pulau dan dunia bahwa tim disinfektan ditolak masuk di gerbang pondok Helveki. Di tengah berita yang tersebar, Pasha menginginkan rasa puas terhadap kabar ini terus diperluas. Gubernur ingin segera melihat bahwa berita ini telah membuat para ahli jimat, para petani yang taklid kepada syekh, para pemuda imigran Kreta yang pemarah, semua umat Muslim, dan bahkan yang paling tercerahkan sekalipun mencurigainya sebagai anti-gubernur dan melawan karantina.

Ada peristiwa sejarah yang berhubungan dengan Manolis, jurnalis yang menulis berita tersebut. Tiga atau empat tahun sebelumnya, jurnalis pemberani itu pernah melakukan peliputan tentang masalah-masalah pemerintah kota—tentang jalan-jalan yang rusak, dugaan-dugaan kasus penyuapan, pegawainya yang pemalas dan bodoh—untuk melemahkan posisi gubernur dan pemerintahan Usmani. Ketika Gubernur Pasha mengancam akan menutup surat kabar dan mengirimkan utusan agar mengatasi situasi, dengan sedikit bersabar tetapi tetap tidak mentolerir, jurnalis itu pun sedikit melunak. Berselang waktu kemudian, publikasi yang menuduh gubernur dan menyalahkan karantina dalam berita tentang "insiden kapal jamaah haji", yang kali ini membuatnya sangat gelisah, memaksa Manolis terjerembab ke penjara bawah tanah dengan alasan lain, tetapi setelah beberapa waktu tekanan dari Duta Besar Inggris dan Prancis dan juga karena telegram dari Istana Mabeyn membuatnya harus dibebaskan.

Sekarang hal ganjil berbau khianat yang membuat Pasha merasa sakit adalah bahwa setiap perjumpaannya dengan Manolis, yang sudah dikeluarkannya dari penjara, kedekatan khusus yang dibangunnya terasa sia-sia! Begitu mereka bertemu di Hotel Splendid, di antara kereta kuda dan para kuli, Pasha mengatakan kepada Manolis bahwa dia sudah menulis kontroversi dengan sangat baik di korannya, mengucapkan selamat kepadanya untuk sumber-sumber informasinya, dan sudah menyiapkan anggaran uang gubernur untuk penerbitan artikelnya di surat kabar berbahasa Turki Havadis-i Minger milik kantor gubernur, dan untuk dua artikel yang lain. Di lain waktu, ketika mereka bertemu di restoran Degustation, sang gubernur memperlakukan Manolis dengan baik di depan semua orang, mengajaknya duduk di sampingnya, memesan sup ikan belanak aroma bawang, dan mengabarkan kepada semua orang bahwa surat kabarnya paling dihormati di wilayah Levant.

Setelah semua kedekatan ini, Gubernur Pasha yakin bahwa permintaan kecil kepada Manolis agar tidak menuliskan berita tentang larangan akses tim disinfektan ke pondok syekh akan diterima. Bagi Pasha situasi ini mengindikasikan adanya kekuatan lain di waktu bersamaan, dan kekuatan ini membuat Manolis berpikir bahwa dirinya menuliskan semua berita ini dan tentu saja artikel-artikel yang lama. Kekuatan itu siapa? Pasha memutuskan untuk menjebloskan jurnalis provokator dan pemberani ke penjara bawah tanah, menggosok hidungnya sekali lagi di sel yang dingin dan lembab, dan sembari menekan mencari tahu siapa yang telah menulis berita tentang kapal-kapal jamaah haji. Polisi-polisi sipil yang dikerahkan untuk mencari Manolis akhirnya menemukannya ketika dia sedang membaca buku (Leviathan karya Thomas Hobbes) di sebuah taman rumah pamannya yang menjadi tempat persembunyiannya, bukan di rumah sendiri di daerah Kora, dengan kumpulan salinan surat kabar dari kantornya, dan lalu membawanya ke penjara bawah tanah. Pasha, yang hatinya melunak, akhirnya meminta agar penjara jurnalis di sel bagian barat, lebih aman dan jauh dari epidemi.

Sampai pada bagian ini, agar pemahaman terhadap cerita lebih baik, kami ingin mundur tiga tahun silam dan menceritakan tentang “Pemberontakan Kapal Haji" yang runyam secara politis dan masih sangat menyiksa secara personal. Beberapa sejarawan menyebut insiden itu sebagai "Pemberontak Jamaah Haji", dengan pesan tersirat bahwa orang-orang berhaji yang salah, padahal itu tidak benar.

Tahun 1890, salah satu langkah yang diambil oleh "Kekuatan Besar" untuk menghentikan wabah kolera yang menyebar ke seluruh dunia melalui Mekkah dan Madinah dari kapal-kapal jamaah haji dari India adalah dengan melakukan karantina sepuluh hari di setiap negara saat kapal-kapal tersebut kembali. Karena tidak mempercayai karantina yang diberlakukan oleh pemerintahan Usmani di Hijaz misalnya, Prancis memberlakan karantina terakhir bagi jamaah haji yang datang dari Hijaz dengan kapal Persepolis dari perusahaan Messagerie di wiliyah yang dikuasai Prancis di Aljazair sebelum mereka kembali ke daerah masing-masing.

Otoritas Usmani juga menerapkan langkah ini berdasar pada kelemahan dan ketidakbecusan Organisasi Karantina Hijaz di tahun-tahun pertama. Komite Karantina di Istanbul mewajibkan “karantina tambahan” bagi para jamaah haji yang dibawa oleh kapal di setiap sudut daerah kekaisaran—tak peduli ada atau tidak ada bendera kuning atau penumpang sakit.

Karena harus menunggu sepuluh hari di karantina di daerah mereka masing-masing, setelah melakukan perjalanan panjang yang frustrasi dan mengakibatkan kematian banyak orang (seperlima jamaah haji dari Bombay dan Karachi tewas selama perjalanan ini), mereka berdemonstrasi besar-besaran. Dalam situasi tersebut, para prajurit juga dipanggil, dan tenaga medis meminta bantuan polisi dan pasukan keamanan di banyak tempat. Karena tempat-tempat karantina di pulau-pulau kecil dan di pelabuhan terpencil tidak memadai seperti terjadi di Minger, atau rumah-rumah tua para petani yang berhaji tidak cukup untuk menampungnya, mereka menyewa secara serampangan dan menggunakan kapal-kapal murah, tongkang dan barang-barang rongsokan. Sebagian kapal tersebut ditarik ke teluk yang terpencil, atau berlabuh di daerah kosong seperti Chios, Kusadasi dan Thessaloniki, dan tenda-tenda darurat milik militer dibangun di sekitar mereka. Selama sepuluh hari, para petugas kesehatan berusaha mengumpulkan makanan, minuman dan membersihkannya untuk para jamaah haji yang berada dalam karantina.

Para jamaah yang ingin kembali ke rumah masing-masing sangat menentang karantina. Mereka yang dalam perjalanan tidak mengalami gangguan sakit ikut terkapar sekarat dalam sepuluh hari terakhir. Percekcokan dan pertengkaran jamaah haji melawan para dokter dari kekaisaran Usmani yang kebanyakan orang Yunani, Armenia, dan Yahudi tak terhindarkan. Adanya pajak karantina di tengah karantina paksa tersebut membuat mereka naik pitam. Beberapa jamaah kaya dan banyak akal bulus menyogok para dokter agar bisa terbebas dari karantina sejak awal, dan bagi yang lain menunggu dalam kesabaran.

Ketidakbecusan penanganan di pulau Minger menciptakan peristiwa serupa yang paling mengerikan di negara Usmani. Kapal bernama Persia berbendera Inggris dari Mekkah dilarang masuk ke pelabuhan pusat kota, seperti sudah diperintahkan oleh telegram yang dikirim dari Istanbul, dan empat puluh tujuh jamaah haji dibawa ke sebuah kapal barkas rusak yang ditemukan oleh Manajer Karantina Nikos, dan kapal bekas itu kemudian ditarik berlabuh di salah satu teluk kecil di utara pulau Minger. Dikelilingi oleh pegunungan berbatu dan tebing yang tak tertembus, teluk terpencil ini cocok untuk karantina karena berfungsi sebagai penjara alami bagi para jamaah. Tetapi gunung dan tebing-tebing itu menyulitkan pasokan pengirim makanan, air bersih, dan obat-obatan untuk mereka.

Pendirian tenda di pantai untuk mengontrol para jamaah haji, tempat penampungan dokter, tentara, dan peralatan kesehatan lainnya tertunda karena badai. Dalam badai lima hari itu, para jamaah haji di Minger terombang-ambing karena ombak, menderita tanpa makanan dan minuman, dan terik matahari memanggang punggung mereka. Ini pengalaman pertama mereka bepergian ke luar pulau dalam sejarah hidupnya. Ada jamaah paruh baya berjanggut di antara kerumunan jamaah haji yang bekerja sebagai pekebun zaitun dan petani-petani kecil itu. Di antara mereka ada juga anak-anak muda religius berjanggut yang membantu bapak dan kakeknya.

Lima hari kemudian, ketika wabah kolera makin merebak di tongkang pengap itu, satu dan dua jamaah yang sudah kelelahan mulai tewas setiap hari. Jumlah korban meningkat setiap hari. Para jamaah haji tua dan alim terus bersabar meskipun para petugas dan dokter yang membawanya ke kapal bekas yang kotor dan menjadi sumber penyakit itu tidak muncul lagi. Dua dokter Yunani, yang datang ke karantina dengan menunggang kuda selama tiga hari, lalu memakai perahu dayung dan pelan-pelan menaiki kapal yang penuh penyakit untuk memeriksa mereka yang telah frustasi dan marah. Beberapa jamaah tidak bisa memahami mengapa mereka ditahan di sini, tetapi mereka mulai merasakan kondisi yang semakin tragis. Sebagian jamaah haji tua yang hampir mati, dengan pandangan mata yang aneh, tidak ingin dokter Kristen itu menyuntikkan cairan obat kepada dirinya. Sementara dua alat penyemprot disinfektan yang dibawa melintasi gunung dengan menunggang kuda sudah rusak pada hari pertama. Sisa tenaga mereka dihabiskan bertengkar melawan sebagian jamaah yang mengatakan mayat-mayat akan dilempar dari kapal, dengan bersikeras “mereka mati syahid, kerabat kami, dan kami akan menguburkannya di desa.”

Pemberontakan pun terjadi di atas kapal itu pada akhir minggu pertama di tengah epidemi yang sudah tidak dapat dikendalikan dan selain itu karena penguburan mayat-mayat berbau busuk terbengkalai dan terus bertambah setiap harinya.

Para jamaah haji yang marah pertama-tama menyerang dua prajurit Muslim dari Trabzon dan melemparkannya ke laut. Karena sebagian besar jamaah (faktanya, mayoritas penduduk di bawah kekaisaran adalah Muslim) yang tidak bisa berenang mati tenggelam, sang Gubernur Pasha munghukum Komandan Garnisun secara berlebihan.

Sementara itu, para jamaah haji yang muda berlayar dengan sisa rongsokan kapal, tetapi kapal ringkih itu akan menerobos bebatuan, bergoyang ke kiri dan kanan seperti mabuk laut di alam terbuka untuk sementara waktu, dan setengah hari kemudian mereka terdampar di teluk lain, sebuah tempat agak ke barat.

Dengan menuruni batu-batu, para jamaah yang sudah kelelahan tidak bisa dengan mudah keluar menuju desa karena mereka harus mengambil air yang dipakai untuk menyeimbangkan berat barang-barang yang dibawanya. Jika terus begitu, pemberontakan mungkin bisa dilupakan meskipun itu sudah menelan nyawa. Ketika bergerak, para jamaah haji terjebak dalam perahu dengan mayat-mayat yang semakin membusuk, sembari berjuang melawan gelombang, menjaga keseimbangan, dan mereka juga tidak bisa memindahkan botol-botol air zamzam yang sudah terkontaminasi kolera.

Beberapa saat kemudian, pasukan keamanan yang mengawasi kapal mereka sudah mengambil posisi di belakang bebatuan dan di atas tebing. Para komandannya memperingatkan mereka untuk menyerah, mematuhi aturan karantina, meninggalkan kapal, dan tidak mendarat. Para jamaah haji kalang kabut dan sporadis: Mereka sudah paham akan dikarantina lagi dan mereka akan mati kali ini. Bagi para jamaah, karantina yang ditemukan di Barat adalah bentuk kelicikan umat Kristen untuk menghukum dan membunuh para jamaah haji yang sehat dan lalu menggasak uangnya.

Suatu pagi, ketika sejumlah jamaah mulai menaiki bebatuan dan kabur melewati jalan-jalan pintas, kedua pasukan mulai menghujani tembakan. Anggota prajurit yang lain ikut memberondongnya untuk menutup jalan kabur. Mereka bersemangat seperti ketika mengusir gerombolan musuh yang menyerang Minger. Butuh delapan hingga sepuluh menit untuk membungkamnya. Banyak para jamaah haji yang tewas tertembak.

Gubernur Sami Pasha melarang publikasi berita tentang kejadian ini; berapa banyak jamaah haji yang ditembak atau mereka yang menyerah dan kembali dikarantina, sampai hari ini—seratus dua puluh tahun kemudian (beberapa dari mereka yang benar-benar meninggal karena kolera di karantina kedua); dan berapa banyak dari mereka akhirnya kembali ke desa-desa dalam kondisi sakit, dan tidak ada pula keterangan di balik sejarah yang mengerikan ini ke seluruh pulau. Tetapi dari data-data periodik dan telegram yang dikirim ke Istanbul, ke Istana Mabeyn atau langsung ke Sultan Abdülhamit, tampaknya peristiwa itu merupakan sumber penting dari perkembangan selanjutnya. Gubernur Pasha tidak pernah berhasil dikritik, disalahkan, atau dianggap melakukan kejahatan sebagai tanggung jawabnya dalam peristiwa bersejarah ini. Dia menunggu hukuman dari sultan, tetapi tidak pernah terjadi. Ketika dihadapkan dengan beragam kritik, Pasha mengatakan bahwa keputusan mengirim tentara ke karantina jamaah haji demi melindungi pulau dari wabah kolera sudah tepat, dia juga menambahkan bahwa kejadian itu tidak akan seturut hati nurani dengan membiarkan bandit membunuh prajurit dan menculik kapal negara (faktanya kapal itu disewa), tetapi dia juga menjelaskan bahwa dirinya tidak memberikan perintah menembak para jamaah, dan kejadian itu semata karena kesalahan prajurit.

Mengenai kejadian ini, Pasha sudah memutuskan bahwa pertahanan terbaik adalah melupakannya. Untuk itu, dia memberikan perhatian khusus agar tidak ada surat kabar yang menurunkan berita dan itu berhasil dalam beberapa saat. Pada tahun pertama sang gubernur menuturkan bahwa mereka yang meninggal dalam perjalanan haji secara resmi disebut "syahid" sebagaimana dijelaskan dalam agama kita—ditempatkan dalam posisi tertinggi. Ketika keluarga korban jamaah haji mendatangi pusat kota untuk menuntut kompensasi, Pasha menjamu mereka di kantornya sembari membuka percakapan bahwa “para syahid mempunyai tempat yang indah di surga,” dan menambahkan “bahwa mereka yang menuntut kompensasi akan dikabulkan dengan segenap usaha, tetapi tolong jangan berbicara kepada wartawan Yunani”. Ini adalah pertama kali sang gubernur efektif menerapkan kompensasi yang diberikan oleh negara.

Mungkin tragedi itu sudah dilupakannya sehingga dalam sebuah wawancara yang disampaikan kepada surat kabar Yunani Neo Agnos dengan menggunakan ungkapan "para jamaah haji yang miskin" ketika menanggapi tentang para jamaah haji yang telah membangun fasilitas sumber air di desa mereka. Kata-kata tersebut tidak dipedulikan oleh siapa pun. Namun, di surat kabar Neo Agnos yang terbit hari itu, Manolis menulis dengan kembali membuka polemik bahwa para jamaah haji tidak miskin, tetapi sebaliknya, mereka adalah umat Muslim kaya di pulau yang dengan cara baru menjual hartanya untuk pergi haji, dan banyak dari mereka menderita sakit dan meninggal di tengah perjalanan. Tetapi bukankah akan lebih baik jika penduduk desa Muslim yang kaya berkumpul di pulau Minger di mana tingkat pendidikan mereka jauh lebih rendah daripada kaum Ortodoks, daripada terburu-buru menghamburkan uang di kapal-kapal Inggris dan di gurun nun jauh di sana, atau paling tidak memperbaiki menara-menara masjid yang rusak di lingkungan mereka?

Sebenarnya, mementingkan sekolah daripada masjid merupakan sikap "modern" yang dipercayai sang gubernur, tetapi ketika membaca artikel itu, dia merasa seperti mau tenggelam dalam kemarahan. Manolis juga gelisah hal ihwal sikapnya terhadap umat Muslim, tetapi alasan utamanya adalah membuka dan menghangatkan kembali topik "Pemberontakan Kapal Haji " yang sudah diharapkan terlupakan oleh gubernur.

Setelah kemunculan artikel pertama di atas, gubernur mulai memata-matai gerak-gerik jurnalis. Selesai membaca berita "tim disinfektan tidak dapat memasuki pondok", Pasha memanggil dua mata-mata terakhir yang sedang bertugas (satu penjual roti, dan yang lain adalah pedagang yang hilir mudik dengan pakaian bekas) dan mati-matian mencari informasi kepada orang-orang goblok ini tentang siapa yang menulis artikel untuk Manolis, setelah dia dijebloskan ke penjara, sehingga membuat gubernur kehilangan waktu untuk mengurus karantina. Apa yang dipelajari dari mata-mata itu membuat gubernur semakin khawatir: Ya, seluruh pulau sudah mendengar kabar tentang tim disinfektan yang ditolak syekh Hamdullah dan itu telah menjadi desas-desus yang meluas.

"Kenapa mereka tidak menguasai pondok?" tanya Pasha pada kedua mata-mata itu. Pertanyaan ini sudah ditanyakan kepada seorang penari yang mengobrol dengan Madam Marika, tetapi mata-mata si penjual roti itu tidak mengerti. "Saya tidak paham sama sekali, Yang Mulia Pasha!" jawabnya.

"Karena syekh Hamdullah juga wabah," celetuk mata-mata berpakaian bekas.

"Apa?" tanya Gubernur Pasha.

Pantomim

14.28.00 Add Comment

Kebenaran seperti kematian

[Foto dari internet]
Di Haseki ada sebuah rumah dengan tiga kamar di ujung jalan buntu, seperti sebuah kuburan, dihantui kesunyian yang panjang. Tempat itu terletak di tengah-tengah barang-barang bekas yang terlupakan dan terbengkalai. Balok kayu yang jatuh dari atap, batu ubin yang retak dan berlepasan dari lantai dan batu-batu lain yang menempel di dinding-dinding bertahun-tahun rontok teronggok di tempat yang sama. Kadang kala seorang perempuan tua Yunani yang jelek—dengan menampakkan kemampuan khusus seperti seorang penyihir yang mandraguna—mengambil dan menjual barang-barang yang dibutuhkan di rumah itu dan dengan cepat kilat menghilang kembali ke rumahnya. Sebuah pohon besar di dekat dinding pada kebun kecil rumah itu, saat terik matahari bulan Juli mencampakkan Istanbul dalam belaian udara panas, angin sejuk yang tersembunyi antara dedaunan di rumah itu mulai memancarkan udara seperti kipas angin hijau besar di lingkungan itu.

Hari Jumat musim panas, sekira siang hari, dari rumah itu ada seorang lelaki bangkit dari kursi dan keluar dengan sebuah bundelan, mendorong dan menutup pintu kembali dengan awas dan beranjak pergi. Dilihat dari belakang orang ini seperti berusia 33 tahun dengan punggungnya yang tampak gemuk dan lebar, tapi pada kakinya yang mungil terlihat ada beban yang hendak dibawa ke sebuah tempat sehingga membuatnya begitu susah bergerak. Seonggok tubuh yang menyusuri jalan-jalan panjang nan sepi di kawasan dengan wajah muram dan penuh pikiran itu datang untuk menghibur raykat jelata. Ia datang ke depan sebuah rumah yang di sekitarnya ditopang dengan kayu-kayu sebagai penyanggah. Di atas pintu rumah itu ada kertas besar tertulis:

"Pantomim Paskal yang Terkenal. Di sini setiap hari Jumat dan Minggu Paskal yang terkenal dengan humor yang jenaka akan tampil, Paskal yang telah berhasil merebut hati penonton setiap minggu akan menyuguhkan permainan-permainan baru ke atas panggung!"

Paskal seorang diri. Setelah memasuki panggung, membuka bundelan, memakai kerucut berwarna putih yang tak pernah diganti dan mengolesi wajah bagian bawah mata hitam dengan warna merah—di antara pikiran-pikiran kosong yang menyeruak tanpa jiwa itu—Paskal menyuguhkan pertunjukan yang dilumuri gelak tawa dan sorak sorai.

Dalam pemintasan itu, Paskal yang tengah berperan sebagai seorang gadis kasmaran mengundang tawa ketika dirinya mengemis-ngemis di lantai untuk menunjukkan kesukaan dan menghadirkan bahasa cinta demi merebut hati kekasihnya. Seorang penonton dengan sebatang rokok di mulutnya menghentikan pertunjukan, sembari bersandar pada galah sisi belakang panggung dan memegang kain yang menutupi kepalanya:

"Apakah suara Paskal tidak bisa nyaring? Orang-orang tertawa terpincut karenanya!” ujarnya.

Sebagian besar orang yang duduk di kursi-kursi kecil di sekitar tempat itu menyetujui permintaan orang tadi. Pada sebuah ungkak di sebelah tempat pertunjukan, seorang gadis muda dengan senyum kekanak-kanakan demi melerai luka-derita hidupnya bertepuk tangan sambil menyentuhkan kedua tangannya dengan begitu tulus, seperti burung-burung yang terbang mengepakkan sayap-sayapnya dengan kegembiraan yang utuh. Setiap minggu gadis berusia 20 tahun bernama Eftalya itu datang ke pertunjukan bersama seorang perempuan yang sudah renta.

“Anakku, kamu sangat menyukai pertunjukan ini?” tanyanya suatu waktu.

Eftalya menuturkan kepada perempuan tua itu tentang Paskal yang mengingatkan dirinya pada seekor anjing kesayangannya yang mati, juga pada seekor kera yang sangat disenangi dan pernah sekali dijumpainya.

Pada suatu hari, dengan kain putih dan senyuman magis di tengah-tengah keramaian, gadis muda itu melemparkan bunga dari ungkak tempatnya duduk ke arah pemain karena begitu menyukainya dan juga karena seperti sedang melihat binatang piaraan yang dicintainya. Ketika bunga-bunga yang dilempar itu menyentuh wajah dan dadanya, Paskal meraba jantungnya terasa menyakitkan seperti dihantam hewan pemangsa dari sebuah tempat yang jitu. Beberapa menit kemudian, dia terus menangis sembari duduk di atas tanah di dalam area pertunjukan, di antara gelak tawa orang-orang yang bergemuruh. Paskal yang malang ternyata menyukai Eftalya yang cantik itu. Sosok yang malang ini mencintai seorang perempuan yang sempurna!

Tetapi Paskal bahkan tidak berani mengatakan rasa cintanya di mana kondisi seperti ini sudah biasa ditanggungnya sejak kecil dan itu hanya mampu disimpannya di sudut paling rahasia hatinya, bahkan kepada pelayan tua di rumahnya sekalipun. Dalam hidupnya tidak ada seorang pun yang terlibat memberikan pandangan dalam urusan hubungan dengan perempuan yang disukainya. Semua yang membuatnya tertawa berasal dari darinya yang kesepian! Lihat, dalam keadaan kacau seperti ini pun, pada tintik air mata yang mengalir karena kesedıhan, semua orang masih tertawa terbahak-bahak.

Tengah malam seusai pertunjukan, Paskal menyusuri jalan pulang sembari membawa bundelan itu ke rumahnya. Setelah membuka pintu kamar dan setelah paham bahwa tak ada seorang pun di dalam rumah, tak ada pula yang datang dan ketika di jalanan sudah sepi, Paskal mulai memikirkan seorang gadis bernama Eftelya yang cantik itu.

Sebenarnya kenapa hari itu orang-orang tertawa begitu lepas kepada dirinya? Setelah mengeluarkan bunga dari pelukannya dan tidak ingin mencederainya sedikit pun, Paskal mencium bunga itu dengan rasa hormat lalu ditaruh di sebuah tempat paling tinggi di kamarnya. “Oh, bunga, oh bunga ini akan membunuhku,” racaunya.

Andai saja diizinkan oleh dirinya… kamar itu akan dihias dengan pot bunga, Eftelya yang cantik itu diminta duduk di pojok, permintaan cerita apapun yang paling aneh akan dipenuhinya, sepenuh malam akan membuatnya tertawa. Paskal lalu mengangkat kepalanya seolah terbangun dari tidur nyenyak penuh mimpi indah. Ah, selalu buruk, dunia sandiwara! Paskal pun mulai menangis…

Pada hari-hari terakhir, begitu cepat bulan datang dan pergi membawa berita berkabung. Pertunjukan itu dua minggu sudah tanpa Eftalya karena ia tengah melangsungkan pernikahan. Tepat pada hari Jumat setelah Paskal yang malang membuat Eftelya bersama suaminya yang datang ke pertunjukan terpingkal-pingkal, demi tidak merasakan kesedihan hatinya yang hancur lebur dia kembali ke rumahnya dengan kepala tertunduk, lalu menutup pintu dan terkubang di dalam kamarnya.

Beberapa hari kemudian, tepatnya setelah siang hari, ketika seorang Yunani tua itu tidak mendapatkan jawaban meski sudah menggedor-gedor pintu, dengan rasa takut ia memangil orang-orang di kawasan itu lalu mendobrak pintu dan masuk ke dalam rumah Paskal. Mereka yang masuk ke kamar itu pun sontak tertawa lepas: melihat Paskal yang seperti meniru seseorang yang sedang gantung diri, dengan bentuk dan desain talinya yang ajaib.

Seperti kehidupannya untuk menghibur orang-orang, pada hari kematiannya pun Paskal tidak membuat orang menangis, meski saat itu dia bukan sedang bersandiwara, kebenaran seperti kematian.

Diterjemahkan oleh Bernando J. Sujibto dari cerita berjudul Pandomima karya Sami Pasazade Sesai.

Masal Masal İçinde: Turki, Negeri Dongeng

18.49.00 1 Comment

"Dongeng sebagai makna lugas dan leksikal, cerita yang diwariskan kepada anak cucu. Bahkan di Turki, kepada para pelajar. Sesederhana membaca dongeng, fiksi yang laris dan menjadi kegemaran di Turki ternyata bisa berguna sebagai media ‘aktualisasi diri’."

(Buku: Masal Masal İçinde, Karya Ahmet Ümit. Foto: Goodreads)

Banyak orang mencoba membayangkan bagaimana sebenarnya wujud dari negara Turki, hingga mereka masuk pada kesimpulan tentang negara yang mirip seperti negeri dongeng. Hal ini disebabkan karena panorama alam yang sangat indah beserta jejak sejarahnya yang sangat mashur dan menjadi daya pikat yang luar biasa bagi para pelancong dan pelajar. Bahkan dewasa ini, Turki masih menjadi pilihan untuk destinasi utama wisata sejarah, arkeologi ataupun tentang riset ilmu pengetahuaan pada bidang sosial politik, kebudayaan, agama, budaya dan sastra.

Turki, selain perwujudan perkembangan dalam negeri yang cukup cepat, di dalamnya justru tersimpan hal-hal yang esensial. Ada dongeng yang lebih bermakna bagi banyak pemudanya. Dongeng sebagai makna lugas dan leksikal, cerita yang diwariskan kepada anak cucu. Bahkan di Turki kepada para pelajar. Sesederhana membaca dongeng, fiksi yang laris dan menjadi kegemaran di Turki ternyata bisa berguna sebagai media ‘aktualisasi diri’. Banyak yang tidak tahu dan tidak ingin tahu tentang hal-hal sederhana seperti ini. Padahal, justru dari sinilah individu hingga sebuah bangsa bisa belajar tentang negaranya. 

Sebuah buku dongeng Turki favorit yang terbit pada tahun 1995 berjudul “Masal Masal İçinde” pun memiliki pesan eksplisit yang demikian. Dongeng ini memiliki pesan yang mendalam agar kita keluar dan berkelana, mencari ilmu pengetahuan dengan melihat keadaan yang sebenarnya di berbagai tempat. Bertemu orang sampai tantangan yang berbeda-beda. Apapun gelar dalam diri kita, idealnya tidak harus membatasi proses untuk belajar. Justru yang lebih penting adalah terus mengasah simpati dan kepekaan, berpikir-bertindak sederhana namun tegas dan cerdas, serta meluruskan rasa percaya diri dan keingintahuan.

“Masal-masal İçinde” sendiri merupakan sebuah buku dongeng yang ditulis oleh penulis novel tersohor Turki, Ahmet Ümit. Ia merupakan novelis akhir abad 20 yang masih aktif dengan karya-karya yang terus saja dinanti. Pria kelahiran Gaziantep ini sudah menerbitkan banyak karya. Beberapa karya sastra Ahmet Ümit yang terkenal di antaranya adalah Sokağın Zulası (The Street's Secret Hiding Place, 1998), Sis ve Gece (Fog and Night, 1996), Kar Kokusu (The Fragrance of Snow, 1998), Beyoğlu Rapsodi (Beyoğlu Rhapsody, 2003), Kavim (Tribe, 2006). Secara umum, karya-karyanya bercerita tentang kehidupan sosial dan perenungan yang terjadi dalam masyarakat Turki.

“Masal” sendiri merupakan bahasa Turki yangg bermakna “dongeng”, sementara “içinde” berarti “di dalam”. Secara harfiah, Masal Masal İçinde bermakna ‘Di dalam dongeng-dongeng’. Cerita dalam dongeng ini menyimpan pesan yang besar, berjangka panjang, namun terkadang sering terlupakan. Buku ini adalah satu dari beberapa buku sastra wajib untuk pelajar SMA di Turki. Namun demikian buku ini tetap dapat dinikmati berbagai kalangan dan masyarakat umum. Untuk memotivasi para pelajar untuk menekuni bidang literasi, ada satu pesan yang selalu disampaikan oleh pengajar, "karena sastra tidak mengenal usia,” demikian kata seorang dosen bahasa Turki yang seperti umumnya mewajibkan mahasiswa berbagai jurusannya untuk membaca buku-buku sastra, termasuk dongeng.


“Masal Masal İçinde” pun dapat menjadi referensi untuk siapa saja yang ingin mengasah kemampuan bahasa Turki. Seperti karya-karya sastra lain di Turki, buku ini dapat menambah pengetahuan kosa kata dan skill sastra, karena gaya bahasa serta penggunaan Osmanlıca atau bahasa Turki lama masa Ottoman dalam beberapa bagiannya. 


Sonia Dwita
Bergabung dengan tim Turkish Spirit. Calon mahasiswi S1 Journalism Studies, Selçuk University, Konya, Turki. Saat ini sibuk menikmati kelas persiapan bahasa Turki. Pernah aktif menjadi jurnalis remaja di Koran Kedaulatan Rakyat Yogyakarta. Concern dan turun tangan pada isu pendidikan dan lingkungan. Jatuh hati pada dunia seni khususnya musik, sejak belasan tahun silam. Sonia hobi menulis catatan harian juga puisi, kadang dibagi di blog pribadinya di sini.

Peribahasa Turki yang Erat Dengan Indonesia

10.49.00 2 Comments

United we stand divided we fall

[Antusiasme Masyarakat Turki pada Acara Kampanye, Konya. Foto +Bernando J. Sujibto]
Selain memiliki kekayaan sejarah, Turki juga menyimpan nilai-nilai local wisdom yang diterjemahkan ke dalam laku kehidupan sosial sehari-har mereka, yaitu ungkapan dan ekspresi bahasa yang khas mereka. Dalam ragam dan ungkapan Bahasa Turki, selain mengenal adanya bentuk waktu (zaman), majas (mecaz) dan puisi (şiir) ternyata juga terdapat peribahasa (atasözü). Atasözü dalam masyarakat Turki secara umum memiliki kedekatan dengan peribahasa yang sudah ada di Bahasa İnggris dan Bahasa İndonesia (Endonezya Dili/Bahasa).

Di samping itu, banyak sekali nasehat yang diungkapkan dalam bentuk atasözü, puisi ataupun bentuk lainnya mengajak kepada kebijaksanaan. Sebut saja ajaran Mevlana (Jalaluddin Rumi, 1207-1273) yang sudah terkenal di seluruh dunia, misalnya salah satu wejangan terkenalnya cömertlik ve yardım etmede akarsu gibi ol (dalam kedermawanan dan tolong menolong, jadilah seperti air sungai yang mengalir), şefkat ve mevhamette güneş gibi ol (dalam perasaan terharu dan syukur jadilah seperti mentari), tevazu ve alçak gönüllülükte toprak gibi ol (dalam sopan santun dan kerendahan hati, jadilah seperti bumi) dan hoşgörülükte deniz gibi ol (dalam bertoleransi, jadilah seperti laut).

Untuk mengenal peribahasa Turki, berikut ini adalah tujuh atasözü yang memilliki kedekatan makna dengan peribahasa dalam Bahasa İndonesia.

Damlaya damlaya göl olur

Peribahasa ini berpesan agar setiap melakukan sesuatu secara bertahap, sedikit demi sedikit dan secara berkelanjutan, atau dalam peribaha kita dikenal misalnya 'sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit'. Dalam Bahasa İnggris misalnya kita kenal dengan little and often fills the purse.

Kurda ensen neden kalın demişler, kendi işimi kendin görürüm demiş

Keyakinan dalam meraih sebuah cita tentunya harus dibarengi dengan kerja keras yang maksimal. Dalam peribahasa ini, makna yang tersirat adalah ‘jika menginginkan sesuatu terlaksana dengan baik maka lakukanlah (sendiri)’. Peribahasa ini dekat dengan ungkapan ‘berakit-berakit ke hulu berenang-berang ke tepian, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian’. Peribahasa ini menunjukkan kerja keras dan usaha maksimal.

Anasına bak kızını al, kenarına bak bezini al

Peribahasa di atas dekat dengan idiom kita: Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Dalam Bahasa İnggris kurang lebih like father like son. Masyarakat Turki juga mengenal ungkapan yang serupa.

Söz günümüşse sükut altındır

Diam itu adalah emas’ adalah peribaha kita bangsa Indonesia. Ungkapan ini menyimpan pesan yang sangat dalam. Dalam kultur masyarakat barat, mereka mengenal ‘speech is silver, silence is golden’. Dan sepertinya pesan bijak dari ungkapan ini masih relevan dalam konteks tertentu.

Birlikten kuvvet doğar

Bhinneka Tunggal İka merupakan semboyan yang sudah lekat dan menyatu dengan masyarakat İndonesia. Hal ini tentu saja karena mendasari keragaman budaya, bahasa dan suku yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Ungkapan ini juga berusaha menjelaskan pesan bijak, ‘united we stand divided we fall’, bersatu kita teguh bercerai kita runtuh.

Azmin elinden hiçbir şey kurtulmaz

Untuk memulai sesuatu biasanya ada pertimbangan sebelum mengambil keputusan. Dan peribahasa ini berusaha menyampaikan pesan yang sangat sederhana ‘dimana ada kemauan, di situlah ada jalan’. Nilai bijak yang mungkin sudah menguniversal ini biasa dikenal dengan ‘when there is a will, there is a way’.

Vakit nakittir

Memaksimalkan waktu adalah sebuah syarat yang harus dilakukan dalam setiap usaha dan kerja. ‘Waktu adalah uang’, merupakan pesan bijak dalam memanfaatkan waktu. Dalam dunia bisnis mengenal frasa ‘time is money’, dan peribahasa inilah yang dipraktikkan oleh masyarakat Turki.

Masih banyak pelajaran moral yang mengajak kepada kerja keras, saling menghormati dan nasehat-nasehat perihal kehidupan yang bersumber dari kedalaman sejarah dan tradisi lokal Turki. Semoga dengan tujuh kiasan di atas, dapat membantu dan memperkaya pengetahuan dan pemahaman tentang peribahasa masyarakat Turki.


Didit Haryadi
Pimpinan Redaksi Turkish Spirit. Mahasiswa master program Sosiologi di Istanbul University. Person In Charge untuk Indonesia Turkey Research Community (ITRC) di Istanbul.

Kosa Kata Unik Indonesia dalam Bahasa Turki

06.14.00 9 Comments

Misalnya salak (buah salak) dalam bahasa Turki berarti bodoh dan idiot (kesannya negatif)

[Air Mineral dengan Nama Berrak. Foto http://yellow-up-yourlife.blogspot.com.tr/]
Tulisan berikut ini muncul secara tidak disengaja lewat obrolan grup tim TS (Turkish Spirit). Seperti biasa kami berbagi informasi hal-ihwal Turki secara cair dan berseru-seruan, sampailah obrolan kami tentang “kosa kata Bahasa Indonesia yang ada dalam kosa kata Bahasa Turki”, mulai dari kata yang sama plek hingga kata yang phonic-nya dekat, tapi artinya berbeda jauh, misalnya salak (buah salak) dalam bahasa Turki berarti gila (kesannya negatif). Meski begitu ada beberapa kata yang secara arti sama dalam dua bahasa, misalnya resmi, sabun, hayal dan istirahat.

Kesamaan paling banyak (baik tulisan maupun arti) terjadi pada kata-kata serapan dari bahsa Arab, Inggris, Prancis, dll, misalnya ekonomi, anatomi, demokrasi, estetik, romantik, praktik, roman, zaman, ironik, politik, taksi, estetik, mistik, fakir, alegori, tarih, kolektif, nikah, taksi, ruh, mini, mikro, makro, zaman, dll. Di samping itu, ada kata-kata serapan yang di-Turki-kan (menurut lidah Turki), misalnya kültür, egzotizm, kimya, diyalog, benzin, fikir, kozmopolit, atmosfer, rasyonel, selamet, radyo, istasyon, hadiye, nasip, sürpriz, teşbih dll.
[Buah Salak. Foto http://www.123rf.com/]
Berikut ini TS ingin menghadirkan kosa kata bahasa Turki yang sama plek (khususnya dalam kesamaan bunyi baik yang sama-sama serapan ataupun asli bahasa Turki) sebagai karya hasil seru-seruan tim redaksi yang kami urutkan menurut abjad. Semoga bermanfaat dan bisa melenturkan yang kaku dan menghadirkan Turki lebih 

Ada (pulau)
Alay (ejekan, resimen)
Akar (properti, lumpur)
Aksi (kebalikan/sebaliknya)
Antik (antik, bersejarah)
Ayna (kaca cermin, nama orang di Indonesia)

Baca (cerobong asap, dibaca baja)
Bacak (kaki, dibaca bajak)
Bakkal (warung kecil untuk jualan di samping jalan, dengan dua “k”)
Bahar (musim semi)
Basit (mudah, nama orang di Indonesia)
Bebek (bayi)
Bel (pinggang)
Berrak (bersih/terang, dengan dua “r”)
Bina (gedung/bangunan)
Bir (satu)
Bos (kosong, tidak berguna)
Budak (ranting yang akan patah)
Buruk (pahit, getir, celaka)
Bulak (sumber, bahasa Jawa jalan di antar pematang sawah)

Cam (kaca, dibaca jam)
Cuma (hari Jumat)

Dahi (juga/pun)
Damar (urat)
Dana (daging sapi, juga nama orang di Indonesia)
Dayak (pukulan atau alat pukul, nama suku bangsa di Indonesia)
Devasa (sangat besar, hebat, dibaca dewasa)
Deniz (laut, nama orang di Indonesia)
Dua (doa)
Duduk (peluit)

Etek (rok, dalam bahasa Madura itik)

Gece (malam, dibaca geje : ga jelas :p )
Gula (tenggorokan bagian atas)

İnsan (manusia)
İki (dua, bahasa Jawa ini)

Kan (darah)
Kadar (berapa, untuk menyebut jumlah/harga)
Kala (sebelum, dipakai untuk terkait waktu)
Kale (benteng, iya kalee :- )
Kamu (publik)
Kaos (chaos/kacau balau)
Kapak (kover, tutup)
Kayak  (permainan ski)
Kaya (batu besar)
Kendi (diri, e dibaca seperti pada tempat)
Kibar (sopan)
Koma (orang koma)
Konak (penginapan)
Kulak (telinga, bahasa Jawa belanja)


Lan (panggilan akrab dan kadang kasar, dude. Bahasa Jawa dan)

Hakim (hakim/dominan)
Hatta (bahkan, nama orang di Indonesia) 
Harap (rusak/runtuh)
Hasta (sakit, nama orang di Indonesia) 

Makam (tempat)
Mahal (tempat/lokasi)
Mahir (ahli)
Mama (makanan bayi)
Masa (meja)
Masam (tempat untuk berhenti)
Maymun (kera/monyet, nama orang di Indonesia)
Melek (malaikat)
Merak (penasaran)
Miras (warisan, singkatan dari minuman keras)
Model (bentuk/tipe/model)

Nokta (noktah/titik)

Organ (organ tubuh, organisasi)
Om (bulatan tulang)

Paha (harga)
Pala (mata pisau)
Pak (bersih, munir)
Para (uang)
Pasak (kotor)
Puan (skor, poin, nama orang di Indonesia)

Saat (jam/waktu)
Saba (cahaya, suasana angin pagi, dalam bahasa Madura sawah)
Salak (bodoh/idiot)
Salah (penyembuhan, pemulihan/damai)
Sabit  (tepat/konstan)
Sana (kepadamu)
Salon (ruangan, hall)
Saf (murni)
Sara (halus, murni, bersih)
Saru (kuning, orang berkulit kuning)
Sihir (magis)
Sini (baki/talam)
Sol (kiri)
Surat (wajah)
Susun (sepi, damai)
Sus (diam, jenis kue di Indonesia)

Tahta (papan)
Takdir (apresiasi)
Taraf  (sisi/pihak)
Tarif  (petunjuk)
Tahlil (analisis)
Tempo (waktu)
Tok (kenyang, dalam bahasa Jawa saja)

Yahut (atau, rasanya emang yahut :p )
Yaya (zebracross, nama orang di Indonesia)
Yeni (baru, nama orang di Indonesia)
Yük (beban, makan yuuuk!)



Siapa yang Lebih Besar, Hoca?

03.57.00 Add Comment

"Kalkun ini berpikir seperti manusia."

[Salah Satu Peziarah ke Makam Nasruddin Hoca Berfoto di Patung Hoca. Foto +Turkish Spirit]


Kisah 1
Siapa yang Lebih Besar

Sekelompok orang bertanya kepada Nasruddin Hoca. "Hoca, yang besar apakah Sultan atau petani?"

"Tentu saja petani," jawab Hoca, lalu menambahkan, "Karena petani menanam gandum. Jika tidak disediakan gandum Sultan akan mati kelaparan."



Kisah II
Berpikir seperti Manusia

Ketika jalan-jalan ke pasar, Nasruddin Hoca terkejut saat melihat burung beo dijual dengan harga tertulis dua belas emas. Nasruddin Hoca lalu bertanya kepada orang-orang yang ada di sekitarnya:

"Mengapa burung ini begitu mahal?"
"Ini burung beo," jawab mereka, "Bisa bicara."

Hoca lalu pergi ke rumahnya dan mengambil kalkun yang ada di bawah kursinya. Lalu kalkun itu dibawa ke pasar.

"Berapa harga kalkun ini?" tanya mereka di pasar.
"Lima belas emas," jawab Hoca.
"Satu kalkun lima belas emas?" tanya mereka terkejut.
"Apa kalian tidak melihat!" timpal Nasruddin Hoca, "Burung beo sebesar kepalan tangan itu mereka hargai dua belas emas."
"Dia memiliki kelebihan, berbicara seperti manusia," respon mereka. "Terus punya Hoca bisa apa?"
"Dia berbicara tanpa berpikir," jawab Hoca, "Kalkun ini berpikir seperti manusia."



Kisah III
Hoca dan Pencuri

Suatu hari seorang pencuri mencuri karung Nasruddin Hoca. Hoca tidak berusaha mencari karungnya tapi malah pergi ke pemakaman dan mulai menunggu. Orang-orang dekat yang melihatnya bertanya-tanya:

"Hoca tidak mengejar pencuri tapi apa yang Hoca lakukan di kuburan?"
"Apa gunanya aku susah-susah mencari pencuri. Sehebat apapun seorang pencuri pada akhirnya dia juga akan datang ke kuburan," jawab Hoca.

Diterjemahkan dari Bahasa Turki oleh Redaksi TS

Idiom yang Harus Diketahui Sebelum Travel ke Turki

16.12.00 2 Comments

Dalam Bahasa Indonesia, frasa-frasa tersebut tidak bisa diterjemahkan secara harfiah

[Foto matadornetwork.com]

Hoş geldiniz
[Tari Horon. Foto @iztv.com]
Hoş geldiniz secara harfiah berarti “menyenangkan kamu datang”. Frase ini dipakai oleh pemilik rumah ketika kedatangan tamu, kerabat, atau orang lain yang berkunjung

Kolay Gelsin
Seperti Indonesia, masyarakat Turki juga dikenal dengan keramahannya. Secara harfiah, kolay gelsin mempunyai arti “datanglah kemudahan kepadamu”. Frase ini sering diucapkan oleh masyarakat Turki saat berpapasan dengan kawan, tetangga atau siapapun yang sedang bekerja. Dengan ucapan kolay gelsin diharapkan kita bisa menyelesaikan setiap pekerjaan yang kita hadapi dengan mudah.

İyi ki doğdun
İyi ki doğdun secara harfiah berarti “beruntung kamu lahir”. Frase ini bisa kita gunakan untuk memberi ucapan selamat saat kawan, saudara atau siapapun saat mereka berulang tahun.

Afiyet olsun
[Foto +Yemek.com
Afiyet secara harfiah berarti kesehatan. Afiyet olsun berarti “semoga kesehatan menyertaimu”. Makanan yang kita makan diharapkan menjadi perantara menjaga kesehatan kita.

Boşver
Secara literal berarti “berikan kosong”. Frasa ini dipakai untuk hal atau sesuatu yang dianggap sia-sia, atau seuatu perkara yang tidak dianggap berguna dan ingin dilupakan. Kalau ada orang banyak bacot, nyinyir nggak penting, langsung bilangin boşver yaaa.

Ellerinize sağlık
[Foto +selcukhaber
Sağlık memilik makna kesehatan. Secara harfiah ellerine sağlık berarti “semoga tangan-tanganmu sehat”. Apabila kita makan bareng di rumah, kita biasa mengucapkan ellerine sağlık untuk orang yang memasak untuk kita. Yang masak akan menjawab afiyet olsun. Jadi yang masak dan yang makan sama sama mendapat kesehatan.

Çok yaşa
[Foto matadornetwork.com]
Frasa ini kita ucapkan di saat ada orang yang bersin. Çok yaşa mempunyai arti “semoga panjang umur”. Jadi setiap bersin masyarakat Turki selalu bilang çok yaşa. Mereka tidak menunggu hari lahir untuk mengucapkan semoga panjang umur hehe.

Sıhhatler olsun
Artinya “semoga membawa kesehatan kepadamu”. Frase ini sering dicupakan masyarakat Turki untuk orang yang selesai mandi, ataupun diucapkan seorang berber (tukang cukur) selepas mencukur pelanggannya.

Başınız sağolsun
Frase ini kita gunakan untuk memberi ucapan duka cita kepada orang yang yang sedang berkabung. Misalnya mempunyai kerabat yang meninggal.

Su gibi gidin su gibi gelin
Su gibi gidin su gibi gelin berarti “pergi dan datanglah seperti air”. Ini dengan harapan pihak yang ditinggal dan pihak yang bepergian lekas bertemu lagi. Frase ini biasa diucapkan ketika kita melepas seseorang untuk bepergian, sambil mengucap su gibi gidin su gibi gelin biasanya seorang ibu menyiramkan air ke jejak yang telah ditinggalkan pihak yang bepergian.

Geçmiş olsun
[Foto matadornetwork.com]
Artinya “semoga berlalu”. İni frasa dipakai ketika kita mendapati teman atau orang lain sakit, atau mereka yang sedang mengerjakan ujian di kelas.

Hocam
Literally, hocam berarti guruku. Arti kata hoca sebenarnya adalah “guru”. Tetapi kata ini bisa kita pakai untuk semua orang yang lebih tua atau yang kita hormati.

Nazar değmesin
[Mavi Boncuk, Jimat Khas Turki. Foto bleq01.deviantart.com]
Artinya “semoga kamu terlindung dari niat jahat”. Di kalangan masyarakat Turki, terkenal istilah evil eye. Evil eye merupakan pandangan iri atau dengki yang bisa menyebabkan orang lain terkena bala. Masyarakat Turki mempercayai mavi boncuğu sebagai penangkal niat jahat tersebut. Selain itu mereka juga sering mengucap nazar değmesin untuk benda atau orang yang disayanginya, dengan harapan mereka terlindung dari niat jahat itu.


Hari Pebriantok
Salah satu pendiri Turkish Spirit. Mahasiswa asal Sragen dan telah menyelesaikan studi Jurnalistik di Selcuk University, Konya Turki dan pecinta fotografi.