Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan

Sejarah Bahasa Turki

17.54.00 Add Comment

"Periode 1928 terjadi revolusi bahasa dimana Pemerintah Turki saat itu yang dipimpin oleh Mustafa Kemal Ataturk memutuskan untuk menghapus penggunaan huruf Utsmani dan menggantikannya dengan huruf latin"

(Alfabet Bahasa Usmani, Foto: http://www.risaleforum.com/)

Kuliah dimana?”
“Di Turki”
“Wah pinter Bahasa Arab dong…”
“Bahasa Arab??????”

Cuplikan percakapan tersebut mungkin beberapa kali bahkan sering terjadi kepada kita yang sedang menuntut ilmu atau merantau ke Turki. Tak bisa dipungkiri, masih banyak masyarakat di Indonesia yang membayangkan Turki sama dengan negara-negara yang ada dikawasan  Timur Tengah. Misalnya saja, banyak gurun, ada hewan Unta, ataupun wanita harus bercadar dan pintar berkomunikasi dengan bahasa Arab.

Ealah budhe, gimana bisa ngomong Bahasa Arab lha wong baca Al-Qur’an aja ga semua temen-temen Turkiku bisa, batinku saat berjumpa dengan orang baru.
Kalau anda masih bertanya, jadi dengan bahasa apa jawabannya sudah jelas dan pasti yaitu Bahasa Turki.

Lho memang ada Bahasa Turki? (makanya beli buku Turki yang Tak Kalian Kenal biar lebih tahu).
Secara rumpun, Bahasa Turki ini masih bersaudara dengan Bahasa Jepang dan Bahasa Korea. Ketiganya tergabung dalam rumpun Bahasa Altay. Kalau dilihat dari tata bahasanya banyak ditemukan persamaan terutama pada bagian mencantumkan banyak –akhiran.  Sebagai contoh,  dalam menunjukkan suatu kata yang mengandung arti jamak dalam Bahasa Turki setiap kata benda mendapatkan akhiran –lar atau –ler. Ingin tahu lebih banyak contoh Bahasa Turki? Bisa ditemukan di buku Turki Yang Tak Kalian Kenal.

Dahulu Turki Pernah Memakai Bahasa Arab

Fenomena tersebut pernah terjaadi  ketika Bangsa Turki masih menggunakan Bahasa Utsmani dengan huruf utsmani yang wujudnya dalam alfabet Arab.

Bahasa Turki lahir setelah melewati beberapa fase dalam sejarahnya. Bahasa Turki pertama (İlk Türkçesi) muncull di era kegelapan. Disebut era kegelapan karena tidak ada Bahasa Turkipada  masa itu terutama dalam bentuk tulisan tangan yang tersisa dan dijadikan sebagai bukti . Di era tersebut bahasa yang digunakan adalah Bahasa Altay yang kemudian menjadi cikal bakal Bahasa Turki, Bahasa Korea, Bahasa Jepang, Bahasa Mongolia, dsb. Sebelum terpisah menjadi beberapa bahasa, Bahasa Altay hanya dibedakan berdasarkan dialek yang terbagi menjadi dialek Yakutça dan Çuvaşça.

Masih di era kegelapan Bahasa Turki, muncullah Ana Türkçesi dimana bahasa yang digunakan mulai terlihat perbedaannya dengan Bahasa Altay dan terpisah dan pada akhirnya sebagai bahasa sendiri.
Fase berikutnya adalah lahirnya Eski Türkçesi atau Bahasa Turki kuno pada sekitar abad ke-6 sampai 13. Pada masa ini bisa dikatakan sebagai periode pertama munculnya dokumen tertulis berbahasa Turki. Salah satu bukti keberadaan bahasa turki kuno tersebut dapat ditemukan dalam prasasti Orhun. Teks-teks Turki Kuno dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu :


Teks Göktürk : Merupakan teks yang ditulis oleh Bangsa Gokturk diatas batu pada tahun 552-754 M dengan huruf Gokturk yang dikembangkan sendiri oleh Gokturkler. Beberapa prasasti terkenal peninggalan Gokturk diantaranya adalah Kül Tigin, Bilge Kağan Vezir Tonyukuk, dan  Köktürk Yazıtları (Orhun Abideleri).

Teks Uygur : Merupakan peninggalan Bangsa Uygur yang tertulis baik diatas batu maupun kertas dengan pengaruh ajaran Budizm dan Maniheizm. Bahasa Uygur saat ini masih banyak digunakan oleh Bangsa Uygur yang tersebar di Asia Tengah termasuk Uyghur-Xianjiang di Cina.

Teks Karahanlı : Merupakan peninggalan Bangsa Karahan pada tahun  840-1212 M. Bangsa Karahan merupakan pendiri pertama pemerintah dengan pengaruh keislaman  (termasuk penulisan dalam huruf Arab dan menerjemahkan Al-Quran). Terdapat beberapa karya yang dapat ditemukan, diantaranya  Divân-ı Hikmet, Atabetü’l-Hakayık, Dîvânü Lûgati’t-Türk dan Kutadgu Bilig.

Pada abad ke-12 Bahasa Turki mulai menyebar baik ke wilayah barat maupun utara dengan berbagai budaya yang mulai berubah. Perubahan tersebut juga berpengaruh dengan penggunaan Bahasa Turki yang terbelah menjadi Bahasa Turki Barat dan Bahasa Turki Utara-Timur. Bahasa Turki Utara-Timur (Küzey-Doğu Türkçesi) mengalami perkembangan sampai akhirnya terlahir Kazak Türkçesi, Kırgız Türkçesi, Özbek Türkçesi, Uygur Türkçesi dan Tatar Türkçesi. Sedangkan Bahasa Turki Barat (Batı Türkçesi) mengalami beberapa kali revolusi sampai terlahir Bahasa Turki (Türkiye Türkçesi) yang sekarang digunakan sehari-hari oleh masyarakat Turki.

Perkembangan Batı Türkçesi selanjutnya disebut Eski Anadolu Türkçesi yaitu Bahasa Turki yang digunakan oleh masyarakat Anatolia pada abad ke 13-15. Bahasa tersebut juga digunakan sebagai bahasa tulisan pada masa pemerintahan Selcuk, Utsmani dan penulisan dokumen resmi oleh instansi di kawasan Anatolia. Beberapa karya terbaik dengan Eski Anadolu Türkçesi diantaranya adalah Divanı (Yunus Emre), Nushiye (Risatetü), Mevlit’i (Süleyman Çelebi), Garipname (Aşık Paşa) , syair pujian dan sajak yang ditulis oleh Hoca Dehhani.

Lambat laun Bahasa Turki mendapatkan pengaruh dari Bahasa Arab dan Bahasa Persia sehingga pada abad ke 16-20 muncul Osmanli Türkçesi (Bahasa Turki Utsmani). Selain munculnya bahasa serapan, secara tata bahasa juga banyak mengalami perubahan yang berbeda dari bahasa sebelumnya (Eski Anadolu Türkçesi). Peninggalan Bahasa Utsmani masih banyak ditemukan sampai sekarang termasukdalam bentuk manuskrip Ottoman yang banyak dijadikan rujukan untuk mempelajari sejarah kekhalifan Utsmani.

Pada abad ke-19 muncul gerakan bahasa baru yang diprakarsai oleh Ömer Seyfettin dkk dengan terbitnya majalah Genç Kalemler. Penerbitan majalah tersebut bertujuan untuk melahirkan bahasa baru yang berasal dari bahasa lisan (Gaya Istanbul) dengan mengadopsi beberapa prinsip termasuk prinsip untuk menghapuskan pengaruh Bahasa Arab dan Bahasa Persia.

Sampai pada periode 1928 terjadi revolusi bahasa dimana Pemerintah Turki saat itu yang dipimpin oleh Mustafa Kemal Ataturk memutuskan untuk menghapus penggunaan huruf Utsmani dan menggantikannya dengan huruf latin. Selanjutnya pada tahun 1932 terbentuklah Institut Bahasa Turki (Türk Dil Kurumu) yang bertugas untuk menyederhanakan Bahasa Turki lama dan mematangkan kelahiran Bahasa Turki baru sesuai dengan prinsip yang sudah ditetapkan pemerintah saat itu.

Setelah melalui perubahan dari beberapa periode, lahirlah Bahasa Turki (Türkiye Türkçesi) yang disambut sebagai periode Bahasa Turki modern.  Bahasa Turki modern inilah yang digunakan oleh masyarakat Turki sampai sekarang dan yang juga menjadi bahasa pengantar di sekolah atupun universitas di seluruh Turki.
(Alfabet Bahasa Turki, foto:/www.izlesene.com)

Selain Bahasa Turki yang digunakan oleh masyarakat Turki, didalam periode Bahasa Turki modern ini juga lahir Bahasa Turki baru yang digunakan oleh orang Azerbaijan (Azeri Türkçesi) dan orang Turkemenistan (Türkmen Türkçesi).  Meskipun tidak sama persis 100%, akan tetapi dari ketiga bahasa tersebut masih memiliki beberapa persamaan terutama dalam perbendaharaan kosakata yang terpengaruh dari bahasa terdahulu. Jadi jangan heran jika memiliki teman asing yang datang dari kedua negara tersebut bisa mempelajari Bahasa Turki lebih cepat daripada kawan-kawan dari negara-negara lain terutama Indonesia.



Semoga penjelasan diatas bisa memberikan pencerahan dan pengetahuan bahwa pelajar di Turki tidak semuanya bisa Bahasa Arab (dan tidak harus bisa) karena memang tidak menggunakan Bahasa Arab melainkan dengan Bahasa Turki baik di lingkungan sosial maupun akademik. 



Roida Hasna Afrilita
Tim redaksi Turkish Spirit, mahasiswi Jurusan Ilmu Pendidikan Bahasa Turki di Canakkale Onsekiz Mart Univeristesi, Canakkale Turki. Pelajar Indonesia asal Magelang Jawa Tengah ini memiliki minat pada konsep dan menejemen pendidikan dan pengajaran. Instagram @roidanana.

Masal Masal İçinde: Turki, Negeri Dongeng

18.49.00 1 Comment

"Dongeng sebagai makna lugas dan leksikal, cerita yang diwariskan kepada anak cucu. Bahkan di Turki, kepada para pelajar. Sesederhana membaca dongeng, fiksi yang laris dan menjadi kegemaran di Turki ternyata bisa berguna sebagai media ‘aktualisasi diri’."

(Buku: Masal Masal İçinde, Karya Ahmet Ümit. Foto: Goodreads)

Banyak orang mencoba membayangkan bagaimana sebenarnya wujud dari negara Turki, hingga mereka masuk pada kesimpulan tentang negara yang mirip seperti negeri dongeng. Hal ini disebabkan karena panorama alam yang sangat indah beserta jejak sejarahnya yang sangat mashur dan menjadi daya pikat yang luar biasa bagi para pelancong dan pelajar. Bahkan dewasa ini, Turki masih menjadi pilihan untuk destinasi utama wisata sejarah, arkeologi ataupun tentang riset ilmu pengetahuaan pada bidang sosial politik, kebudayaan, agama, budaya dan sastra.

Turki, selain perwujudan perkembangan dalam negeri yang cukup cepat, di dalamnya justru tersimpan hal-hal yang esensial. Ada dongeng yang lebih bermakna bagi banyak pemudanya. Dongeng sebagai makna lugas dan leksikal, cerita yang diwariskan kepada anak cucu. Bahkan di Turki kepada para pelajar. Sesederhana membaca dongeng, fiksi yang laris dan menjadi kegemaran di Turki ternyata bisa berguna sebagai media ‘aktualisasi diri’. Banyak yang tidak tahu dan tidak ingin tahu tentang hal-hal sederhana seperti ini. Padahal, justru dari sinilah individu hingga sebuah bangsa bisa belajar tentang negaranya. 

Sebuah buku dongeng Turki favorit yang terbit pada tahun 1995 berjudul “Masal Masal İçinde” pun memiliki pesan eksplisit yang demikian. Dongeng ini memiliki pesan yang mendalam agar kita keluar dan berkelana, mencari ilmu pengetahuan dengan melihat keadaan yang sebenarnya di berbagai tempat. Bertemu orang sampai tantangan yang berbeda-beda. Apapun gelar dalam diri kita, idealnya tidak harus membatasi proses untuk belajar. Justru yang lebih penting adalah terus mengasah simpati dan kepekaan, berpikir-bertindak sederhana namun tegas dan cerdas, serta meluruskan rasa percaya diri dan keingintahuan.

“Masal-masal İçinde” sendiri merupakan sebuah buku dongeng yang ditulis oleh penulis novel tersohor Turki, Ahmet Ümit. Ia merupakan novelis akhir abad 20 yang masih aktif dengan karya-karya yang terus saja dinanti. Pria kelahiran Gaziantep ini sudah menerbitkan banyak karya. Beberapa karya sastra Ahmet Ümit yang terkenal di antaranya adalah Sokağın Zulası (The Street's Secret Hiding Place, 1998), Sis ve Gece (Fog and Night, 1996), Kar Kokusu (The Fragrance of Snow, 1998), Beyoğlu Rapsodi (Beyoğlu Rhapsody, 2003), Kavim (Tribe, 2006). Secara umum, karya-karyanya bercerita tentang kehidupan sosial dan perenungan yang terjadi dalam masyarakat Turki.

“Masal” sendiri merupakan bahasa Turki yangg bermakna “dongeng”, sementara “içinde” berarti “di dalam”. Secara harfiah, Masal Masal İçinde bermakna ‘Di dalam dongeng-dongeng’. Cerita dalam dongeng ini menyimpan pesan yang besar, berjangka panjang, namun terkadang sering terlupakan. Buku ini adalah satu dari beberapa buku sastra wajib untuk pelajar SMA di Turki. Namun demikian buku ini tetap dapat dinikmati berbagai kalangan dan masyarakat umum. Untuk memotivasi para pelajar untuk menekuni bidang literasi, ada satu pesan yang selalu disampaikan oleh pengajar, "karena sastra tidak mengenal usia,” demikian kata seorang dosen bahasa Turki yang seperti umumnya mewajibkan mahasiswa berbagai jurusannya untuk membaca buku-buku sastra, termasuk dongeng.


“Masal Masal İçinde” pun dapat menjadi referensi untuk siapa saja yang ingin mengasah kemampuan bahasa Turki. Seperti karya-karya sastra lain di Turki, buku ini dapat menambah pengetahuan kosa kata dan skill sastra, karena gaya bahasa serta penggunaan Osmanlıca atau bahasa Turki lama masa Ottoman dalam beberapa bagiannya. 


Sonia Dwita
Bergabung dengan tim Turkish Spirit. Calon mahasiswi S1 Journalism Studies, Selçuk University, Konya, Turki. Saat ini sibuk menikmati kelas persiapan bahasa Turki. Pernah aktif menjadi jurnalis remaja di Koran Kedaulatan Rakyat Yogyakarta. Concern dan turun tangan pada isu pendidikan dan lingkungan. Jatuh hati pada dunia seni khususnya musik, sejak belasan tahun silam. Sonia hobi menulis catatan harian juga puisi, kadang dibagi di blog pribadinya di sini.

Warisan Ilmu Nahwu dari Birgivi

11.13.00 2 Comments

Di Turki, salah satu ulama yang menekuni satu dari kedua ilmu tersebut (yakni ilmu nahwu) adalah Imam Birgivi

[Makam Imam Birgivi di Ödemiş, İzmir. Foto: Penulis]
Ketika mempelajari Bahasa Arab, kita sebagai seorang penuntut ilmu tidak akan terlepas dan tidak mau tidak mau harus berkenalan dengan caang ilmu alat, yaitu ilmu nahwu dan sorof. Dalam panggung sejarah, para ulama ilmu nahwu dan sorof memiliki dua sudut pandang yang berbeda yaitu antara ulama Basrah dan ulama Kuffah.

Di Indonesia mayoritas ulama para pelajar ilmu nahwu dan sorof mengikuti ulama Kuffah sedangkan di Turki mengikuti ulama Basrah. Di Turki, salah satu ulama yang menekuni satu dari kedua ilmu tersebut (yakni ilmu nahwu) adalah Imam Birgivi.

Mengenal Imam Birgivi

Imam Birgivi memiliki nama asli Taqiyuddin Mehmed bin Pir Ali. Dia lahir pada tahun 1523 M di desa Kepsud, Balıkesir, Turki dan wafat pada tahun 1573 M di desa Ödemiş, İzmir. Ayahnya adalah seorang sarjana terkenal pada pada zamannya. Imam Birgivi pergi ke Istanbul untuk melanjutkan pendidikannya dan ia menjadi guru di daerah Edirne. Selama di Istanbul Imam Birgivi melihat para ulama sufi yang menurutnya tidak sesuai dengan ajaran syariat islam. Imam birgivi meninggalkan banyak karya tulis yang sampai saat ini masih dilestarikan atau digunakan oleh para umat Muslim maupun non-Muslim, seperti para orientalis dan oksidentalis yang sedang mengkaji baik sejarah maupun ajarannya. 

Imam Birgivi, menurut penulis, merupakan ulama religius komprehensif, karena beliau mengabdikan hidupnya untuk agama Islam, juga tidak kurang dari 53 kitab telah ditulisnya dalam berbagai topik tentang permasalahan keislaman. Salah satu karya masterpiece-nya adalah al-Tariqah al-Muhammadiya yang ditulis dalam Bahasa Arab dan diterjemahkan dalam Bahasa Turki oleh Dr. Nedim YIlmaz berjudul Tarikat-I Muhammediyye, berisi tentang nasihat-nasihat ajaran-ajaran syariat Islam. Oleh karena itu, para sarjana tidak sedikit yang mengkaji ajaran etika sang Imam.

Imam Birgivi juga dikenal sebagai ulama Sufi, tentu saja karena pengaruh karya masterpiece-nya al-Tariqah al-Muhammadiya tersebut. Di dalam buku tersebut juga berisi tentang ajaran-ajaran untuk mengerjakan perintah Alquran dan Sunnah dan meninggalkan sesuatu yang bid’ah dan sesuatu yang meragukan (subhat). Meskipun dalam pengkajian buku tersebut oleh para sarjana menghasilkan perbedaan pandangan, Naoki Yamamoto (sarjana dari Jepang) melaporkan bahwa Imam Birgivi dalam bukunya al-Tariqah al-Muhammadiya mengkritik para sufi lain yang tidak sesuai dengan argumen beliau. Seperti para sufi yang melakukan tarian dan nyayian. Bagi Imam Birgivi, orang yang melakukan tarian dan nyanyian ialah tidak mengikuti perintah al-Quran dan Hadis. Tetapi itu adalah sebuah perbedaan argumen dan keduanya sama-sama memiliki dalil masing-masing.

Ilmu Nahwu

Kata Imam Birgivi syariat adalah maqam yang paling utama, oleh karenanya sudah barang tentu Imam Birgivi menguasai bahasa Arab sebagai pintu menuju pemahaman ilmu-ilmu syariat seperti Alquran, fikih, kalam, mantiq dll.

Selain buku al-Tariqah al-Muhammadiya, buku nahwu (grammar) merupakan karya masterpiece Imam Birgivi. Buku tersebut masih digunakan sampai saat ini oleh para santri yang sedang belajar Bahasa Arab khususnya di Turki. Buku Nahwu tersebut ada dua buku yaitu Awamil dan Izhar. Awamil dan Izhar merupakan buku nahwu yang mengikuti ulama Basrah. Seperti yang telah diketahui bahwa Turki menganut ulama Basrah dalam konteks ilmu nahwu dan sorof sedangkan di Indonesia menganut ulama Kuffah. Buku-buku yang termasyhur di pesantren salaf di Indonesia seperti al-Jurumiyyah, Imrity, dan Alfiyah.

Inilah beberapa warisan dari Imam Birgivi yang sangat berharga, karena warisan yang paling berharga adalah ilmu yang diamalkan dan ditulis. Karena kata Sayyidina Ali R.A; “Tulisan itu abadi. Tulislah sesuatu yang akan menyenangkanmu di akhirat nanti”. Semoga warisan-warisan Imam Birgivi bisa menyenangkan beliau dan pembaca di akhirat nanti. Wallahua’lam…


Warto’i Muzaffer
Lulusan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta jurusan Studi Agama-Agama. Sekarang sedang belajar Bahasa Arab di Kota Manisa, Turki.

Eskişehir dan Negeri Dongeng Sazova

22.00.00 Add Comment

Sebanyak sembilan dari pilar bangunan Sazova ternyata memiliki makna untuk mewakili ikon dari beberapa kota lain di Turki

[Sazova Kultur Park. Foto Foro: www.seyahatdergisi.com]
Turki adalah negeri yang memiliki sejarah besar dan menyimpan cerita yang menarik untuk ditelusuri. Hampir semua nama kota di Turki memiliki makna masing-masing. Salah satunya adalah Eskişehir. Secara etimologis, Eski berarti tua dan Şehir berarti kota. Jadi, Eskişehir secara harfiah bermakna Kota Tua.

Meski bernama Eskişehir tak membuat kota ini benar-benar menjadi Kota Tua. Asal nama ini bermula saat Sultan Kesultanan Seljuk, Kılıçarslan II menaklukkan kota yang dahulu disebut sebagai Dorylaeon. Saat Kılıçarslan II masuk ke Dorylaeon, Kılıçarslan II mengatakan 'burası bizim eski şehrimiz' - 'inilah kota lama kita'. Kılıçarslan II berkata demikian dikarenakan kota Dorylaeon dahulu pernah ditaklukkan oleh Kesultatan Seljuk, tepatnya oleh ayahnya Kılıçarslan I, namun kemudian kota ini direbut kembali oleh Kekaisaran Romawi Timur hingga Kılıçarslan II kembali menaklukkannya.

Sebagai salah satu kota yang memiliki peran penting dalam sejarah Republik Turki, Eskişehir memiliki daya tarik yang tidak kalah dengan kota lain seperti İstanbul, Konya, Ankara dan İzmir. Kota yang berlokasi di wilayah İç Anadolu ini bisa ditempuh dengan jalur darat dari İstanbul dengan menggunakan bus ataupun kereta cepat. Jarak tempuhnya variatif. Jika menggunakan bus sekitar lima jam perjalanan dan kereta cepat selama 1,5 jam. Eskişehir juga dikenal dengan sastrawan besar yang bernama Yunus Emre yang lahir di Eskişehir dan besar melalui perjalanan di Turki. Salah satu karyanya yang paling terkenal adalah Divan, yang berisi kumpulan syair tentang refleksi kehidupan masyarakat Turki pada abad ke-13 sampai abad ke-14. Syair-syair Yunus Emre banyak berpesan tentang makna perdamaian, toleransi dan kerukunan antar masyarakat Turki yang datang dari berbilang sukubangsa dan agama.

Eskişehir juga kota yang sangat ramah untuk pejalan kaki. Tata kota yang cukup bagus dan rapi dengan perpaduan sokak (jalanan menyerupai gang), bahçe (taman) dan  mağzalar (pertokoan) adalah keindahan yang sangat mudah dijumpai. Selain itu, jalur tramway yang rapi dan membelah jalanan diantara çarsı (pasar) merupakan suasana yang mampu menambah estetika tata kotanya.Eskişehir dikenal pula dengan sebutan sebagai kota industri. Sejak awal tahun 1930-an, Eskişehir adalah kota industri yang memproduksi mobil dan lokomotif Turki. Maka tidak heran, jika banyak dijumpai sisa cerobong asap yang sangat besar dan menancap di tengah kota.

Pemandangan ini sekaligus menandai memori sejarah tersebut. Ada beberapa lokasi wisata yang bisa dikunjungi di kota yang khas dengan makanan çibörek ini. Diantaranya adalah Museum Arkeologi Eskişehir (ETİ Arkeoloji Müzesi), Yılmaz Büyükerşen Balmumu Heykeler Müzesi, Eskişehir Kurtuluş Müzesi dan Sazova Bilim Sanat ve Kültür Parkı. Salah satu objek wisata yang paling sering dikunjungi di Eskişehir adalah kastil yang berada di dalam Sazova Bilim ve Kültür Parkı. Secara harfiah, kata Sazova berasal dari bahasa Rusia yang bermakna lumbung. Bangunan yang berdiri kokoh di taman kota ini diresmikan pada 4 April 2012. Sepintas, arsitektur bangunan ini mengingatkan pengunjung dengan Katedral Santo Basil yang berada di Lapangan Merah, Kota Moskow, Rusia. Sazova Sanat ve Bilim Sanat ve Kültür Parkı terletak di pinggiran Kota Eskişehir.

Salah satu hal yang paling menarik dari bangunan kastil Sazova adalah bahwa sebanyak sembilan dari semua pilar bangunan Sazova ternyata memiliki makna untuk mewakili ikon dari beberapa kota lain di Turki. Sembilan menara tersebut adalah, Galata Kulesi (İstanbul), Yivi Kule (Antalya), Sinderela Kulesi (İstanbul), Kız Kulesi (İstanbul), Çan Kulesi (Diyarbakır), Topkapı Sarayı (İstanbul), Ulu Kule (Mardin), Adalet Kulesi (İstanbul) Burgulu Kule (Amaşya) dan Yavru Kuleler.

Secara tersirat, adanya kombinasi dari ikon menara dari beragam kota di Turki dalam bangunan kastil Sazova sendiri melambangkan persatuan Turki dalam satu bangunan yang kokoh dan indah. Ketika masuk ke dalam bangunan kastil Sazova tersebut, suasana di dalam bangunan ini akan membawa pengunjung menelusuri sebuah negeri dongeng sekaligus menyelami indahnya masa kanak-kanak. Maka tidak heran, banyak sekali orangtua yang mengajak anak-anaknya untuk datang ke lokasi ini.

Pengunjung anak-anak hanya perlu membayar 2 lira, sedangkan pengunjung dewasa membayar 5 lira untuk masuk ke dalam kastil. Kastil Sazova menawarkan pengalaman yang menarik bagi para pengunjungnya untuk mengalami dongeng yang hidup. Dongeng-dongeng semisal tentang Nasruddin Hoja dan Sinderella dapat dinikmati oleh pengunjung anak-anak dan dewasa secara hidup melalui peranan aktor dan suara-suara yang dimainkan dalam kastil tersebut. Untuk menempuh dongeng-dongeng tersebut hingga selesai, biasanya pengunjung akan menghabiskan waktu sebanyak 30-45 menit. 

Akhirnya dengan Kastil Sazova, Eskişehir menawarkan sebuah pengalaman yang berbeda untuk memahami dongeng dan cerita kehidupan baik bagi anak-anak maupun orang dewasa. Eskişehir sebagai kota pendidikan hendak memberikan sebuah cara baru untuk memaknai cerita-cerita dongeng rakyat sehingga menjadi inspirasi bagi generasi masa depan.


Didit Haryadi
Pimpinan Redaksi Turkish Spirit. Mahasiswa master program Sosiologi di Istanbul University. Person In Charge untuk Indonesia Turkey Research Community (ITRC) di Istanbul.

Setangkai Mawar di Süleymaniye

12.00.00 Add Comment

Masjid Süleymaniye ternyata menyimpan luka dan kesedihan

[Kompleks Masjid Suleymaniye Istanbul. Foto: Koleksi Tim TS]
“Karena Süleyman  Khan adalah penakluk tujuh iklim, namanya disebut tidak hanya di sini (di Masjid Süleymaniye), tetapi di (....) khutbah Jumat. Dan di semua wilayah-wilayah Islam , tidak ada bangunan yang lebih kuat dan lebih solid daripada Süleymaniye.  Seluruh arsitek setuju mengenai ini dan juga di mana pun tidak ada kubah ber-enamel (ditutupi ornamen/hiasan) seperti ini.”
--Evliya Çelebi dalam buku Seyahatname

Siapa pun yang pernah datang ke Istanbul, lalu menjenguk kompleks Süleymaniye, hampir pasti tidak akan pernah membantah pernyataan Evliya Çelebi  di atas, yang ditulis pada abad ke-17. Sejauh mata memandang, Masjid Süleymaniye merupakan sebuah perayaan besar atas periode agung kekuasaan Sultan Süleyman al-Kanuni, atau yang oleh catatan Venezia disebut sebagai Sultan Süleyman Yang Megah (The Magnificient).

Para sejarawan menganggap bahwa periode kekuasaan Sultan Süleyman (1520-1566), sebagai abad kemegahan, abad kejayaan dan abad keemasan dari dinasti Usmani yang dibangun di akhir abad pertengahan. Bahkan Sultan Süleyman pun kerap dianggap sebagai Imam Mahdi, yakni juru selamat.

Siapa yang menyangka jika periode kebesaran Sultan Süleyman yang ditunjukkan oleh kemegahan arsitektur kompleks Masjid Süleymaniye ternyata menyimpan luka dan kesedihan. Ada luka, di balik kemegahan. ‘Luka’ itu tak akan terasa jika kita berada di dalam masjid, namun akan terasa jika kita memasuki kompleks makam Masjid Süleymaniye, tepat berada di samping masjid.

Di sana dimakamkan banyak pembesar Usmani, para pejabat, ulama, serta keluarga-keluarganya. Tentu saja terdapat makam Sultan Süleyman, dan isterinya, Hurrem. Di situ kesedihan bersemayam, di antara nisan-nisan indah.
Displaying Ornamen Mawar Patah pada makam Fatma Hanim_foto pribadi.jpg
[Makam Fatma Serif Hanim. Foto: Penulis]
Sebuah makam begitu memukau, dengan keindahan ornamen dan batu nisannya. Batu nisan makam tersebut nampak menggambarkan seperti seorang gadis berhijab, namun di sisi lain dari nisan terdapat sebuah ukiran mawar yang patah. Penulis sempat menyalin tulisan Osmanlıca (Bahasa Turki Usmani) yang menjelaskan siapakah gerangan yang bersemayam di sana. Berikut salinannya:

Kabir (....) merhum Abdullah Galib Paşa hafidesi ve Selanik Şark’tan  Mustafa Fevzi Bey’in on yedi yaşında iken vefat eden (.....) Fatma Şerif Hanım’ın kabiridir. Ani zamir şu taş’ın (....) yatan (....) kebiirin an ve afif (....) (....) ve en güzellerinden biri idi (....) ecl on yedi yaşında su toprağa serdi yegane emel olduğu ailesinin kalibina  (....)-den mevt’un henüz (....) iken kopardığı  bu (....) çiçeğin  (....) ve malumat (...) mümtaz hasan akhlaq ve namus’a misal idi ruh ma’sumun içun fatiha (13 Kanunsani 1325).

Menurut interpretasi penulis, ini adalah sebuah makam dari seorang gadis belia bernama Fatma Şerif Hanım, cucu dari Abdullah Galib Paşa, kemungkinan besar keluarga Fatma berasal dari Salonika Timur.  Namun malang sungguh, Fatma harus meninggal di usianya yang sangat masih belia, yaitu 17 tahun. Penulis belum mengetahui apa yang menyebabkan Fatma begitu cepat dipanggil oleh Allah swt, namun dari epigrafi pada batu nisannya terlihat keluarga begitu bersedih atas kepergian Fatma yang masih belia.

Di situ tertulis “ini merupakan batu (nisan) terindah, dia (Fatma) sudah ditinggalkan di tanah dalam kedinginan dan kesendirian”. Untuk itu keluarga memesan batu nisan dengan lambang sebuah ukiran mawar yang patah untuk menyimbolkan bahwa Fatma adalah perempuan yang baru saja tumbuh sebagai gadis yang cantik tetapi Allah swt sudah ‘memetiknya’ dari dunia yang fana ini di usianya yang sangat belia. Mengapa kematian yang menyedihkan justru dirayakan oleh seni batu nisan yang begitu indah dan megah?

Dalam kebudayaan Ottoman dan Turki, batu nisan bukan hanya menunjukkan kematian, tetapi juga menunjukkan sebuah kehidupan. Kematian dan kehidupan bersatu dengan damai di tengah-tengah kota Istanbul. Bahkan seorang arkeolog Jerman mengatakan “ Bagi orang Turki, tidak ada yang dicintai daripada kuburan”.

Hingga kini di Istanbul kita dapat menyaksikan kompleks-kompleks pemakaman kuna seperti di Karacaahmet Üsküdar dan di kompleks Eyüp Sultan. Dan orang-orang Turki tampak tak segan untuk beraktifitas dan bersosialisasi dekat dengan kuburan-kuburan tersebut.Terkadang banyak restoran-restoran dan kafe, di kawasan wisata Istanbul, berada berdekatan dengan kuburan. Tak ada masalah dengan yang sudah tiada.
Displaying Pemakaman di kompleks Kucuk Ayasofya Istanbul_foto pribadi.jpg
[Permakaman di Kompleks Kucuk Ayasofya Camii. Foto: Penulis]
Kesenian batu nisan pada zaman Usmani, merupakan warisan dari kebudayaan Turki pra-Islam di mana corak antropomorfik. Hal ini diperlihatkan pada bentuk-bentuk batu nisan yang menyerupai tubuh manusia, khususnya makam lelaki. Biasanya pada makam lelaki terlihat seperti manusia sedang memakai sorban atau Fez. Sementara pada makam perempuan lebih banyak dihias dengan motif bunga-bunga.  Bagaimanapun bagi, orang Turki, kematian, kehidupan, kesedihan, seni dan keindahan adalah hal-hal yang tak dapat terpisah.
Ah mine’l-Mevt! Fena’dan Bakaya eyledi rihlet’


Frial Ramadhan
Penulis adalah Alumni S2 Ilmu Sejarah di Universitas Istanbul, Turki. Menekuti dan meneliti kajian-kajian sejarah Usmani.

Membaca Sejarah pada Batu Nisan Usmani

01.47.00 1 Comment

Bentuk batu nisan perempuan juga sangat unik. Jika batu nisan laki-laki berbentuk persegi panjang, maka untuk perempuan batu nisan dibentuk menyerupai lekuk tubuh perempuan

[Batu Nisan Masa Usmani di Museum ETI Eskisehir. Foto +Hadza Min Fadhli Robby]
Melancong ke Istanbul tak lengkap rasanya jika tidak berziarah ke makam salah satu sahabat nabi yaitu Abu Ayyub Al-Anshari. Kompleks makamnya terletak di masjid Eyüp, Istanbul dan dikelilingi oleh makam-makam yang khas dari zaman kesultanan Usmani. Daerah Eyüp Sultan di Istanbul dipenuhi oleh banyak makam karena pada zaman Usmaniyah daerah ini merupakan pemakaman umum yang pada saat itu diharuskan berada di luar benteng kota Istanbul. Hanya para sultan dan orang-orang penting kesultanan yang dimakamkan di dalam benteng kota seperti Sultan Al-Fatih yang dimakamkan di kompleks masjid Fatih.

Pada zaman Usmani, setelah jenazah menjalani ritual keagamaan, hal yang akan disiapkan oleh masyarakat pada waktu itu ialah batu nisan. Tak seperti batu nisan di Indonesia yang pada umumnya hanya menuliskan nama, tanggal lahir dan tanggal meninggal si mayit, tetapi batu nisan Usmani penuh dengan simbol-simbol yang berarti dan memuat informasi lengkap mengenai si mayit. Umumnya, batu nisan Usmani memiliki lebar sekitar 50 cm dengan tinggi satu hingga satu setengah meter dan memiliki bentuk turban pada bagian atas batu nisan.

Batu nisan tertua yang pernah ditemukan di Istanbul ialah milik seorang pekerja yang sedang membangun benteng Rumeli untuk mendukung penaklukan Istanbul pada tahun 1453. Pada nisannya hanya tertulis bahwa si mayit meninggal karena terjatuh ketika bekerja dan dituliskan pula tahun meninggalnya pada 1452 ketika benteng tersebut dibangun. Pada abad setelahnya, batu nisan Usmani lebih banyak menggunakan kata-kata dari bahasa Turki daripada bahasa Arab. Batu nisan Usmani juga telah distandarisasi sehingga memiliki format penulisan yang sama.

Dengan adanya standarisasi batu nisan seperti ini maka mereka yang telah pergi masih dapat dikenang dan diketahui identitasnya oleh generasi setelahnya. Batu nisan Usmani umumnya pada baris pertama selalu tertulis pujian kepada Allah SWT seperti “huvvel baki” yang berarti “Ialah yang Abadi”. Setelahnya dijelaskan riwayat singkat si mayit mengenai pekerjaan, posisi di pemerintahan atau militer, dan hubungan keluarga. Lalu dijelaskan pula sebab kematiannya serta tanggal atau tahun kematiannya. Pada baris paling akhir selalu berupa ajakan untuk membaca surat Al-Fatihah untuk ruh si mayit.

Disamping informasi tertulis mengenai si mayit, batu nisan Usmani juga memiliki simbol-simbol seperti berbagai macam jenis turban pada ujung batu nisan. Setiap jenis turban melambangkan jenis tarikat keagamaan berbeda pada zaman itu. Turban atau tutup kepala juga menunjukkan peringkat di militer atau pemerintahan di kesultanan Usmani. Bentuk batu nisan perempuan juga sangat unik. Jika batu nisan laki-laki berbentuk persegi panjang, maka untuk perempuan batu nisan dibentuk menyerupai lekuk tubuh perempuan. Kemudian ditambah ornamen-ornamen yang melambangkan kewanitaan seperti bunga mawar atau bros.

Kini, makam di Turki modern tampak berbeda. Tidak ada lagi simbol turban maupun bentuk batu nisan tinggi persegi panjang. Dengan bertuliskan bahasa Turki berhuruf latin, batu nisan Turki modern terkadang hanya memuat pujian kepada Allah seperti “huvvel baaki”, nama, tanggal lahir, tanggal wafat dan ajakan membaca surah Al-Fatihah untuk si mayit.


Fikri Rahmat
Penulis adalah mahasiswa S1 Ilmu Politik dan Hubungan Internasional, Yıldız Teknik Üniversitesi, İstanbul. Penerima beasiswa YTB 2014. Minat kajian sejarah politik, kebijakan publik, dan bahasa.

Jejak Turki di KAA Bandung

11.16.00 Add Comment

Sikap Turki yang kontroversial tersebut telah menjadi sebuah kegagalan besar dalam sejarah diplomasi yang dilakukan oleh Zorlu

[Fatin Zorlu. Foto +Hadza Min Fadhli Robby]
1955 merupakan tahun penting bagi bangsa-bangsa berwarna yang terjajah di seluruh dunia. Pada tahun ini, untuk pertama kalinya, mereka bertemu untuk mendiskusikan masa depan dunia yang sedang terpasung oleh konflik yang diprovokasi oleh dua negeri adidaya, Uni Soviet dan Amerika Serikat. Puluhan kepala negara dari Asia-Afrika berkumpul di Bandung, sebuah kota yang dahulu menjadi saksi atas perbudakan dan juga perjuangan anti-kolonialisme dan anti-imperialisme.

Di antara negara-negara yang datang ke Konferensi Asia-Afrika di Bandung, ada satu negara yang kedatangannya menarik untuk ditelaah lebih lanjut: Turki!

Mengapa Kedatangan Turki Menarik?

Sejak Perang Dunia Kedua, Turki dihadapkan pada sebuah dilema besar: Ke kekuatan mana Turki harus bergantung dalam politik internasional yang terus bergejolak? Pada pertengahan Perang Dunia Kedua, Turki harus terus berupaya melakukan pendekatan diplomatik kepada Nazi Jerman, AS-Inggris dan Soviet agar netralitas mereka tidak disalahpahami sebagai upaya pembiaran terhadap konflik berkepanjangan.
[Dokumen Turki KAA Bandung. Foto +Hadza Min Fadhli Robby]
Setelah usainya Perang Dunia Kedua, Turki dihadapkan pada perkembangan Perang Dingin, yang kemudian memaksa Turki untuk memilih satu di antara dua pilihan: bergabung di barisan kapitalis-liberalis yang dikomandoi Amerika Serikat atau bergabung di barisan komunis-sosialis yang dipimpin Uni Soviet. Kondisi geopolitik Turki yang strategis terancam oleh upaya aneksasi dan dominasi oleh Uni Soviet, sehingga kemudian Turki memutuskan untuk merapatkan dirinya ke Blok Barat. Tak lama setelah bergabung dalam Blok Barat, Turki banyak berpartisipasi dalam koalisi militer, seperti pada Perang Korea dan bergabung pada organisasi NATO.

Dalam kondisi seperti itu, Turki mengikuti Konferensi Asia-Afrika di Bandung pada tahun 1955. Turki merupakan satu-satunya anggota NATO yang terlibat dalam Konferensi Asia-Afrika. Hal ini menjadi menarik karena salah satu agenda Konferensi Asia-Afrika adalah kritik terhadap pembentukan aliansi militer di dunia internasional.
Meskipun begitu, Turki tetap diundang oleh negara pemrakarsa konferensi, Indonesia, karena Turki masih dianggap sebagai bagian dari Asia-Afrika dan juga menjadi salah satu negara pelopor dalam upaya perjuangan kemerdekaan di Asia-Afrika. Bung Hatta sendiri menuliskan bahwa Perang Kemerdekaan Turki (Kurtulus Savasi) yang telah terjadi di berbagai medan perang seperti Afyon Karahisar, Sakarya dan tempat-tempat lainnya telah menjadi inspirasi bagi pergerakan kemerdekaan di Indonesia dan juga di bangsa-bangsa Asia-Afrika[1]

Dalam konferensi ini, Turki dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri Turki yang juga berpengalaman sebagai diplomat, Fatin Rustu Zorlu. Dalam sebuah pidatonya ke Parlemen Turki pada tahun 1956, Menteri Zorlu mengungkapkan bahwa alasan Turki terlibat dalam Konferensi Asia-Afrika merupakan sebuah ‘permintaan’ dari negara-negara sahabat Turki di Blok Barat. Zorlu mengatakan: `Ya, negara-negara sahabat kita mengharapkan dengan sangat, mereka mengatakan pergilah (ke konferensi) itu, jika kalian (Turki) tidak pergi, maka akan terjadi sesuatu yang buruk’[2].
[Gedung Konferensi Asia-Afrika Bandung. Foto +Hadza Min Fadhli Robby]
Dorongan dari negara-negara sahabat Turki di blok Barat tidak mengherankan, karena Blok Barat amat mengkhawatirkan bahwa Konferensi Asia-Afrika dapat mengganggu upaya penangkalan penyebaran ideologi komunis di kedua benua tersebut. Dalam makalah yang disusun oleh Gurol Baba dan Senem Ertan[3], dijelaskan bahwa sikap Turki dalam Konferensi Asia-Afrika seolah menjadi seperti ‘Kuda Trojan Blok Barat’ yang menyusup ke arena negara-negara yang menolak kecenderungan perang antardua blok. Baba dan Ertan menjelaskan sikap Turki yang menjadi Kuda Trojan tersebut sangat wajar karena pada tahun 1955 AS memberikan paket bantuan ekonomi sebesar 20 juta dolar AS, pada masa-masa di mana ekonomi Turki membutuhkan genjotan untuk memperbaiki ekonominya[4].

Tak heran, Turki dengan tegas menyatakan kepada negara-negara anggota konferensi Asia-Afrika bahwa kecenderungan politik menjaga netralitas di tengah perang antarblok Barat dan blok Timur harus dihindari. Karena menurut Turki, upaya dominasi Blok Timur yang menyebarkan ‘komunisme’ dan ‘otoritarianisme’ harus dilawan secara serius oleh komunitas internasional. Satu-satunya solusi dalam situasi perang antar dua blok, menurut Turki, adalah bergabung dengan Free World atau dunia yang bebas ala Blok Barat[5]. Turki juga menekankan bahwa bergabung dengan Free World merupakan sebuah cara untuk melepaskan diri dari imperialisme lama dan menguatkan kembali komitmen terhadap keadilan dan melindungi kemerdekaan setiap negara.
Pernyataan tersebut tentu menimbulkan kontroversi dan perdebatan di antara negara-negara anggota konferensi, termasuk Indonesia yang sangat getol membela proposal untuk menjaga netralitas di tengah Perang Dingin. Bahkan, dalam pengakuan Mahmut Dikerdem, seorang diplomat Turki yang bertugas saat itu, sikap Turki yang kontroversial tersebut telah menjadi sebuah kegagalan besar dalam sejarah diplomasi yang dilakukan oleh Zorlu. Alih-alih terlihat seperti dirinya sendiri, Turki telah menjadi juru bicara Amerika. Menurut Duta Besar Dikerdem, pada konferensi itu, Zorlu tidak dapat melakukan pertemuan khusus dengan pemimpin dunia, seperti Nehru, Tito dan Nasir karena sikap Turki yang dianggap terlalu bias. Bagi Duta Besar Dikerdem, kesalahan diplomasi Turki yang seperti ini merupakan kesalahan yang tak dapat diperbaiki lagi[6].

Setelah konferensi Bandung usai, Turki makin menegaskan dirinya sebagai bagian dari Blok Barat dengan membentuk koalisi pertahanan Pakta Baghdad bersama dengan negara-negara di kawasan Timur Tengah sebagai pakta pertahanan yang mengamankan kepentingan Blok Barat di kawasan tersebut. Namun koalisi ini pada akhirnya runtuh pada tahun 1979.

Sepulang dari Bandung, Fatin Rustu Zorlu meneruskan tugasnya sebagai Menteri Luar Negeri hingga pada tahun 1960, ketika dirinya, bersama dengan Perdana Menteri Adnan Menderes dan Menteri Hasan Polatkan harus mundur dari jabatan karena paksaan junta militer.


[1]Prof. Dr. Ismail Hakki Goksoy, `Ataturk ve Turk Inkilabinin Endonezya Etkileri’, http://www.atam.gov.tr/dergi/sayi-52/ataturk-ve-turk-inkilabinin-endonezyadaki-etkileri.
[2]Emel Emre, `Turkiye’nin Bandung Konferansinda Asya-Afrika Ulkelerine Ihaneti’, Ozgur Universite Formu 01 2005, p. 87.
[3]Gurol Baba dan Senem Ertan, ‘Turkey at the Bandung Conference: fully aligned among the non-aligned’, 2016 ISA Conference Paper, p. 1.
[4]Ibid, p.2.
[5]Emre, p. 88.
[6]Emre, p. 88.


Hadza Min Fadhli R
Bagian dari tim Turkish Spirit. Mahasiswa Hubungan Internasıonal di Eskişehir Osmangazi Üniversitesi, Eksişehir Turki. Aktif menulis untuk media dan mengisi di blog pribadinya. Silahkan kunjungi alamatnya di sini.

Seni Budaya Nusantara di Konya

14.11.00 Add Comment

Rumi melengkapi mistisisme September

[Tari Saman. Foto +Bernando J. Sujibto]
Ketika September menyapa, bulan yang menandai musim gugur—saat di mana daun-daun beranjak menguning dan pasrah disangkut angin—, Konya bersiap menyambut momentum kehadiran: kelahiran sufi besar, Mevlana Jalaluddin Rumi. September adalah saat di mana Rumi seperti dilahirkan kembali, disapa ribuan manusia dari semua bangsa dan dirayakan dengan kehidmatan-kehidmatan ritual dan doa-doa.

Bulan September yang dimitoskan oleh banyak peradaban (seperti perayaan Pabon oleh bangsa Pagan untuk berterima kasih kepada sinar matahari karena sebentar lagi gelap akan datang (impending dark), bangsa Aborigin menjadikan September sebagai momentum meramal astronomi, atau prosesi ritual bagi bangsa Yunani kuno karena dewi Persephone akan kembali ke suaminya Hades, di dunia durjana) terasa semakin mistis dengan kehadiran Rumi. Ia melengkapi mistisisme September!

Namun, tak lama setelah perayaan demi perayaan untuk hari kelahirannya, bulan Desember di awal musim dingin, Rumi kembali dihantarkan menuju singgasana Ilahi. Sebuah malam pengantin di mana ia dijemput oleh Allah.

Durasi tiga bulan dari September ke Desember telah menjadi semacam ritual tahunan khusus bagi pemerintah Konya, Turki untuk—dengan usaha sebaik-baik mereka—merayakan keseluruhan tentang Rumi. Dari 22-30 September misalnya telah dihelat sebuah Festival Musik Mistik Internasional (Uluslararası Mistik Müzik Festivali) ke-11, sebuah festival yang dirancang untuk merayakan momentum Shab-i Aruz (wedding night with God/malam pengantin bersama Tuhan) yaitu hari meninggalnya Jalaluddin Rumi di Konya. Acara Shab-i Aruz memang masih tanggal 17 Desember. Tetapi karena tergolong dekat secara penanggalan serangkaian acara dimulai sejak memperingati hari kelahiran Rumi, 30 September.

Terhitung sejak 22 September sampai 17 Desember ke depan, di Konya, kota yang matang oleh mistisisme itu, akan mudah ditemukan kegiatan-kegiatan yang secara spesifik terkait dengan keseluruhan guru mistis dan sufisme termasyhur di jagat raya itu. Dimulai dengan pementasan musik-musik mistik dari berbagai negara (tahun ini akan diwakili oleh Indonesia dengan Seni Budaya Nusantara, Spanyol, Tajikistan, Iran, Mayotte, Bolivia, India, Pakistan dan Turki), seminar dan konferensi, hingga karnival mehter (drumband khas Ottoman) yang ikut merayakan, tepat di hari Shab-i Aruz.

Tahun ini Indonesia mendapatkan kehormatan untuk mementaskan Musik dan Tari Dzikir dan Tari Saman, tari perang asal Aceh, di publik internasional. Ini akan menjadi delegasi kedua dari Indonesia sejak festival ini pertama kali digagas tahun 2004 setelah Gamelan Semara Ratih yang diundang pada acara Konya Mystic Music Festival ke-7 tahun 2010. Delegasi Tari Saman sudah tamppil pada tanggal 29 September di Pusat Kebudayaan Rumi (Mevlana Kültür Merkezi), sebuah gedung artistik di tanah seluas 100.000 m² yang dibangun sebagai prasasti untuk nama besar Rumi. Ini akan menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk meluaskan jaringan promosi kebudayaan di ajang prestisius dan sekaligus akan membuka kerjasama diplomasi budaya lebih lanjut yang akan saling menguntungkan bagi kedua negara ataupun negara-negara lain yang terlibat dalam festival.

Usia 807 Tahun
[Green Dome, Ikon Makam Rumi. Foto +Turkish Spirit
Jalaluddin Rumi (lahir di Balkh, Afghanistan, 30 September 1207 dan meninggal di Konya, 17 December 1273) seperti tidak pernah pergi dari kita. Meskipun jasadnya sudah berkalang tanah dengan damai di kabupaten Karatay, Konya dengan salah satu simbol yang terkenal yaitu yeşil türbe (green tomb), namanya selalu disebut-sebut dan akrab dalam setiap obrolan masyarakat; puisi-puisinya ditulis dan dihadirkan di banyak sudut kota; alunan nay yang mengiris dan mistis (alat musik serunai jenis klarinet asal Persia) akan mengetuk-ketuk sejak di terminal; dan simbol dirinya (yang terkenal dengan whirling dervish) terpancang berderet-deret di tengah kota Konya. Jika Anda datang ke Konya, dipastikan bahwa Rumi akan menjadi sosok pertama yang menyapa dengan irama syahdu.

Dalam beberapa kesempatan, saya secara pribadi memastikan ihwal seberapa besar dan berartinya sosok Rumi di hati masyarakat Konya. Saya melontarkan pertanyaan kenapa Konya menjadi kota yang tentram, masyarakatnya lebih religius, sulit mendapati anak-anak muda minum bir di jalanan (tidak seperti di kota-kota lain di Turki). Jawaban mereka semua merujuk kepada keberadaan Mevlana, sebutan agung untuk tokoh yang sangat dihormati dan diikuti. “Karena menghormati Mevlana,” ujar mereka dengan penuh yakin.

Konya menyimpan jejak sejarah gemilang abad pertengahan sebagai pusat pemerintahan Kesultanan Saljuk (1097-1243), sebelum Ottoman Empire lahir. Kota yang pernah menjadi salah satu pusat peradaban Neolithic (sekitar 2,000 SM) dibuktikan dengan penemuan tempat tinggal mereka yang terbenam dı bawah tanah di daerah Çatalhöyük (kemudian masuk warisan UNESCO tahun 2012) tidak bisa dilepaskan dari nama ulama-ulama besar dan masyhur seperti Shams Tabrizi, Sadreddin Konevi, Nasreddin Hoca ataupun Ibnu Arabi yang pernah datang ke Konya atas undangan Sultan Seljuk tahun 1207. Di samping itu, ayah Rumi sendiri yaitu Bahaeddin Veled, yang diberi gelar sultan al-ulama oleh Kerajaan Seljuk, melengkapi sejarah agung orang-orang besar di sekitar Rumi.
[Acara Tari Sema di Konya. Foto +Bernando J. Sujibto]
Jauh waktu sebelumnya, Fariduddin Attar pernah berpesan kepada kepada Bahauddin Walad ketika berjumpa di Nishapur dalam perjalanan pulang haji yang melintasi rute Baghdad, Damaskus, Malatya, Erzincan. Waktu itu keluarga Rumi memilih meninggalkan tanah kelahirannya di Balkh karena tengah diserang bangsa Mongol, dan akhirnya tiba di Konya. Attar berpesan “umarım yakın bir gelecekte oğlunuz alem halkının gönlüne ateş verecek ve onları yakacaktır” atau dalam terjemahan Prof. Reynold A. Nicholson, penekun Rumi, ahli bahasa Persia dan Professor Arab di Cambridge University: “… very soon you will see that this child will set fire onto the heart of the lovers in this world”. Prediksi seorang sufi besar itu pun terbukti: Rumi telah menyalakan cahaya ke hati setiap manusia.

Saat berjumpa Attar, Rumi masih seorang bocah berumur sekitar 7 tahun. Tapi Attar—seorang ulama sufi besar Persia dan sekaligus penyair yang berpengaruh dalam kesusastraan Persia termasuk pada diri Rumi—paham tentang seorang bocah yang kala itu menjadi tamu bersama keluarga besarnya. Attar lalu memberi hadiah buku Asrar namah-i (Kitab Rahsia Ketuhanan) kepada Rumi kecil.

Hari ini Rumi seperti terus mengajak anak manusia untuk mencicipi selaksa cinta dan perdamaian; merasakan kesejatian arti manusia di depan Sang Khalik. Semua manusia dari belahan dunia mana pun diundang dalam perjamuan penuh cinta, seperti yang disampaikan sang Mevlana sendiri: “come, come, whoever you are. Wonderer, worshipper, lover of leaving. It doesn’t matter. Ours is not a caravan of despair. Come, even if you have broken your vow a thousand times. Come, yet again, come, come.”
[Tulisan Versi Cetak. Foto Harian  +Kedaulatan Rakyat]
Petikan demi petikan saz, alunan nay yang mengiris-iris dan puisi-puisi cinta dan kebijaksanaan dari Rumi terus terpancar ke semua penjuru dunia. Ajaran universalisme Rumi yang menyapih sekat dan batas-batas agama, suku bangsa dan ideologi telah menasbihkan dirinya menjadi milik semua bangsa, seperti dalam potongan puisinya dalam masterpiece-nya Mastnawi: “I do not distinguish between the relative and the stranger.

Sebagai salah satu bukti betapa Rumi dicintai oleh semua orang, salah satunya bisa dibaca rilis Majalah Time (Edisi 29 Oktober 2002). Majalah ini merilis tentang penyair tersukses dari aspek penjualan buku/karyanya “…. a Muslim mystic born in Central Asia almost eight centuries ago, he is no longer available for comment”. Time lalu menyebut Rumi sebagai “the most popular poet in America.”

Itulah Rumi, sosok yang akan terus hidup sepanjang masa di tengah-tengah para pencari jatidiri, cinta kasih dan kemanusiaan. Jalan yang ditempuhnya dalam lorong sufisme—kearifan dan kedamaian yang diagungkannya—telah menebar ke semua perjuru dunia, termasuk Indonesia.

Versi cetatk esai ini dimuat di koran Kedaulatan Rakyat, 12 Oktober 2014


Bernando J. Sujibto
Penulis dan Mahasiswa Pascasarjana Sosiologi di Selcuk University, Konya Turki. Sedang merampungkan riset tesis tentang karya Orhan Pamuk. Follow Twitter @_bje.